1. Adalah kelainan fungsional otak yang
serangannya bersifat kumat-kumatan. Bentuk serangan yang paling sering adalah
kejang yang dimulai dengan hilangnya kesadaran, hilangnya kendali terhadap
gerak dan terjadinya kejang tonik atau klonik pada anggota badan.
2. Gejala yang komplek dari beberapa gangguan
fungsi otak yang cirinya adalah serangan berulang. Bangkitan kejang merupakan
satu manifestasi daripada muatan listrik yang berlebihan dari sel neuron saraf
pusat. Gangguan ini dapat disebabkan faktor fisiologis, biokimiawi, anatomisw
atau gabungan ketiganya.
B.
Etiologi epilepsi
Biasanya tidak ada penyebab yang
dapat didemonstrasikan (epilepsi Idiopatik)
1.
Sinkop
a.
Serangan pingsan vaso-vagal
b.
Penyakit arteri serebri-stenosis karotis dan iskemia
vertebro basilaris.
c.
Curah jantung rendah-serangan stokes-adam pada bolok
jantung, penyakit sino-atrial dan stenosis aorta
d.
Sincop post-miksi dan batuk. Sinkop”emotional disstressdan
sinkop sinus karotikus
e.
Hipotensi postural mungkin disebabkan oleh obat-obatan
hipotensi atau sedatif terutama pada orang tua.
2.
Kelainan metabolik
a. Hipoglikemia
b. Hipokalsemia
c.
Gagal
ginjal atau gagal hati
d. Keracunan obat
3.
Kelainan serebral
a. Tumor, abses atau angioma otak
b. Sequel cedera kepala hebat dan cedera lahir
c.
Arterosklerosis
otak
d. Penyebab lain yang jarang termasuk
toksoplasmosis, sistiserkosis, sifilis dan systemik lupus erythematosis
e.
Malaria
falciparum
Serangan epilepsi tercetus oleh rangsangan
televisi, kilatan cahaya, stres, dan ansietas atau lelah, sindroma premenstruasi,
alkohol (kadang-kadang akibat hipoglikemia terutama pada penderita diabetes dan
intoksikasi air.
C.
Klasifikasi internasional serangan epilepsi :
1.
Serangan parsial
Lebih dari 60% serangan termasuk
ke dalam klasifikasi serangan partial
a.
Simptomatologik elemeter ( motor, sensorik atau
autonomik ). Disebut epilepsi jacksonian atau epilepsi fokal. Serangan-serangan
ini terjadi tanpa kehilangan kesadaran bila uniteral, kehilangan kesadaran bila
unilateral, kehilangan kesadaran bila bilateral. Serangan ini gejalanya tergantung
pada daerah terkena, bisa terdiri dari gejala-gejala motor, sensori atau
autonomik atau kombinasi ketiganya.
b.
Simptomatik komplek ( psikomotor epilepsi atau epilepsi
lobus temporalis ). Serangan-serangan ini bisa terjadi pada semua umur tapi
sering terjadi pada orang dewasa. Didahului oleh aura yang terdiri atas
gejala-gejala kognitif, afektif, psikosensori, psikomotor atau bentuk
kombinasi. Biasanya masih sadar pada waktu serangan tetapi tidak dapat
mengingat kembali apa yang terjadi.
2.
Serangan umum
a.
Lena ( Absence ) / Petitmal
Serangan terjadi secara tiba-tiba
tanpa didahului aura. Kesadaran hilang selama beberapa detik ditandai dengan
terhentinya percakapan untuk sesaat,
pandangan kosong atau mata berkedip dengan cepat. Hampir selalu pada anak-anak
mungkin menghilang waktu remaja atau diganti dengan serangan tonik-klonik.
b.
Mioklonik
Serangan-serangan ini terdiri
atas kontraksi-kontraksi otot-otot yang singkat dan tiba-tiba, bisa simetris
atau asimetris, sinkronis atau asinkronis. Biasanya tidak ada kehilangan
kesadaran selama serangan.
c.
Tonik
Serangan-serangan ini terdiri
atas tonus otot dengan tiba-tiba meningkat dari otot ekstremitas sehingga
terbentuk sejumlah sikap yang khas. Biasanya kesadaran hilang hanya beberapa
menit. Terjadi pada anak-anak umur 1-7 tahun.
d.
Klonik
Serangan dimulai dengan
kehilangan kesadaran yang disebabkan oleh hipotonia yang tiba-tiba atau spasme
tonik yang singkat. Keadaan ini diikuti oleh sentakan-sentakan bilateral yang
lamanya satu menit sampai beberapa menit yang sering asimetris dan bisa
predominasi pada satu anggota tubuh.
e.
Tonik-klonik / Grandmal
Merupakan jenis serangan klasik
epilepsi. Serangan ini ditandai oleh suatu aura berupa suatu sensasi
pengelihatan atau pendengaran selama beberapa saat yang diikuti oleh kehilangan
kesadaran secara cepat.
f.
Atonik
Serangan-serangan atonik atas
kehilangan tonus tubuh. Keadaan ini bisa dimanifestasikan oleh kepala yang
terangguk-angguk, lutut lemas, atau kehilangan total dari otot dan pasien bisa
jatuh dan mendapatkan luka-luka. Biasanya tidak ada kehilangan kesadaran selama
serangan.
3.
Serangan unilateral ( predominan )
4.
Serangan epilepsi yang tidak dapat digolongkan ( karena
datanya tidak lengkap )
D.
Patofisiologi
Gejala-gejala serangan
epilepsi sebagian timbul sesudah otak mengalami gangguan sedangkan beratnya
serangan tergantung dari lokasi dan keadaan patologi.
Lesi pada otak tengah,
talamus dan kortek serebri kemungkinan bersifat epileptogenik. Sedangkan lesi
pada serebelum dan batang otak biasanya tidak mengakibatkan serangan epilepsi.
Bangkitan epilepsi yang
terjadi karena adanya lepas muatan listrik yang berlebihan dari sekelompok
neuron disusunan saraf pusat yang dapat tetap terlokalisir pada kelompok neuron
tersebut atau meluas ke seluruh hemisfir dan batang otak. Lepas muatan listrik
yang abnormal ini terjadi karena adanya gangguan keseimbangan antara proses
eksistasi dan inhibisi pada interaksi neuron. Hal ini dapat disebabkan oleh
gangguan pada sel neuronnya sendiri maupun transmisi sinaptik.
Pada tingkat membran sel,
neuron epileptik ditandai oleh fenomena biokimia tertentu.
Beberapa diantaranya
adalah :
1.
Ketidakstabilan membran sel saraf sehingga sel mudah
diaktifkan.
2.
Neuron hipersensitif dengan ambang yang menurun sehingga
mudah terangsang dan terangsang secara berturut-turut.
3.
Mungkin terjadi polarisasi yang abnormal ( polarisasi
berlebihan, hiperplarisasi atau terhentinya repolarisasi ) karena terjadi
perbedaan potensial listrik lapisan intrasel dan ekstrasel rata-rata 70 mvolt
dimana intraseluler relatif lebih rendah.
4.
Ketidakseimbangan ion yang mengubah lingkungan kimia dari
neuron. Pada waktu terjadi serangan keseimbangan elektrolit pada tingkat
neuronal mengalami perubahan. Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan membran
neuron mengalami depolarisasi.
Transmisi sinaptik
oleh neurotransmiter yang dapat bersifat eksitasi atau inhibisi dalam keadaan
gangguan keseimbangannya akan mempengaruhi polarisasi membran sel.
Neurotransmiter yang bersifat inhibisi dimana akan menimbulkan hyperpolarisasi
membran diantaranya GABA dan Glisin sedangkan yang bersifat fasilitas atau
eksitasi akan menimbulkan keadaan depolarisasi yang akan melepaskan muatan
listrik secara berlebihan diantaranya asetilkolin, noradrenalin, dopamin, 5
hidroksitriptamin.
Karena hal
tersebut diatas beberapa keadaan dapat mencetuskan bangkitan epilepsi
diantaranya faktor genetik dimana sel neuron mempunyai faktor intrinsik untuk
terjadinya lepas muatan listrik yang abnormal, perubahan pada sel yang
ditimbulkan oleh gangguan keseimbangan elektrolit misalnya anoreksia, hipoksia,
hipokapnia, hipoglikemia, hiperglikemia, hiperkalsemia, dehidrasi, gangguan
hormon adrenal dan progesteron, gangguan pelepasn neurotransmitter misalnya
pada kerusakan serebral atau adanya toksin.
Penyebaran
fokus epilepsi dari sekelompok neuron ke bagian otak lain dapat terjadi oleh
gangguan pad kelompok neuron inhibitor yang berfungsi menahan pengaruh sel
neuron lain sehingga terjadi sinkronisasi dan aktifasi yang berulang-ulang,
sirkuit kortikokortikal dimana perluasan terjadi melalui serabut asosiasi atau
ke kontralateral melalui kospos kallosum, projeksi talamo-kortikal difus dimana
penyebaran ke seluruh ARAS sehingga penderita kehilangan kesadarannya atau
gangguan pada formatio retikularis sehingga sistem motoris kehilangan kontrol normalnya,
menimbulkan kontraksi otot polos.
E.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya masalah
psikososial :
1.
Prasangka dan ketidaktahuan masyarakat tentang epilepsi
2.
Pendidikan
3.
Pekerjaan
4.
Olahraga
5.
Wanita dan epilepsi
6.
Mengendarai kendaraan bermotor
7.
Ketergantungan.
F.
Pengkajian
1.
Biodata
Yang dikaji adalah nama, umur,
alamat, pekerjaan, pendidikan, agama serta data keluarga.apakah ada kehilangan
kesadaran / pingsan
2.
Apa yang terjadi selama serangan
a.
Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat / lena
b.
Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh kelantai
?
c.
Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik,
kejang klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
d.
Apakah pasien mengginggit lidah.
e.
Apakah mulut berbuih.
f.
Apakah ada inkontinensia urine dan feses
g.
Apakah bibir atau muka berubah warna
h.
Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
i.
Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya
berubah pada satu sisi atau keduanya.
3. Sesudah serangan
a. Apakah pasien : letargi, bingung, sakit
kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara dll.
b. Apakah ada perubahan dalam gerakan misalnya
hemiplegia sementara.
c.
Sesudah
serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan.
d. Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran,
pernapasan atau frekuensi denyut jantung.
e.
Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang (
memar, luka goresan ).
4. Riwayat sebelum serangan
a. Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
b.
Apakah
disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar. Apakah ada aura yang
mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik maupun visual.
5. Riwayat penyakit
a.
Sejak kapan serangan seperti diatas terjadi.pada usia
berapa serangan pertama terjadi.
b.
Frekuensi serangan
c.
Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan seperti
demam, kurang tidur, keadaan emosional.
d.
Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya
yang disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
e.
Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak.
f.
Apakah makan obat-obat tertentu seperti alkohol dll.
g.
Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
G.
Diagnosa Keperawatan
1.
Potensial terjadi luka / trauma berhubungan dengan
kehilangan kesadaran yang tiba-tiba.
2.
Tidak efektif jalan nafas berhubungan dengan terjadinya
sumbatan lendir atau sekret ditrakeobronkial.
3.
Gangguan konsep diri : rendah diri berhubungan dengan
punya penyakit epilepsi
4.
Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnyua.
5.
Tidak efektifnya koping individu berhubungan cacar
psikososial dan sosial.
6.
Potensial terjadi serangan berulang atau status
epileptikus.
H.
Kreteria Evaluasi
1.
Tidak terjadi luka fisik pada pasien
2.
Saluran napas menjadi lancar.
3.
Harga diri pasien meningkat
4.
Pasien mengerti mengenai penyakitnya.
5.
Pasien mendapat mengenali kekuatan-kekuatan sehingga
dapat hidup dimasyarakat dengan baik.
6.
Pasien rajin minum obat sehingga tidak terjadi serangan
berulang.
I.
Perencanaan dan Implementasi
1.
Mengontrol serangan dan mencegah serangan berulang.
a. Kenali penyebab / stimulasi yang dapat
menyebabkan rangsangan.
b. Kenali aura sebelum terjadi serangan
c.
Anjurkan
agar pasien / keluarga untuk mencatat kejadian-kejadian serangan ( jumlah,
lamanya, waktu kejadian, pola tidur / makan ) untuk membantu menentukan terapi.
d. Tekankan pentingnya mendapatkan obat anti
epilepsi yang teratur dan tidak boleh menghentikan obat tanpa pengawasan
dokter.jelaskan kepada pasien efek dari obat anti epilepsi.
e.
Anjurkan
pasien untuk memeriksakan darah secara teratur untuk mengevaluasi apakah obat
antiepilepsi menekan hemopoiesis.
2.
Perawatan sewaktu terjadi serangan
a.
Pada saat pasien mendapat serangan pasien tidak boleh
tinggalkan karena bisa terjadi bahaya-bahaya misalnya luka fisik, aspirasi,
lidah tergigit.
b.
Miringkan kepala pasien untuk mencegah aspirasi.
c.
Jika sempat masukkan penekan lidah dengan segera ke dalam
mulut.
d.
Bila serangan tidak terjadi ditempat tidur letakkan
bantal dibawah kepala pasien atau letakkan kepala pasien dipangkuan perawat
untuk mencegah kepala pasien terbentur dilantai.
e.
Alat-alat yang membahayakan disingkirkan.
f.
Ekstremitas harus ditahan tapi tidak boleh terlalu kuat.
g.
Pakaian-pakaian yang sempit dilonggarkan.
h.
Catat semua gejala-gekjala dan tanda-anada serangan
i.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
antiepilepsi.
3.
Setelah serangan
a.
Bila pasien tidak sadar
1). Jaga agar napas menjadi
lancar dengan miringkan kepala pasien.
2). Jaga agar tanda-tanda vital tetap normal.
3). Kebutuhan cairan dan
elektrolit harus diperhatikan misalnya diberi infus dan makanan cair melalui
NGT.
b.
Kaji apakah pasien dapat mengingat apa yang telah
terjadi.
c.
Beri rasa aman pada pasien
d.
Kaji apakah terjadi trauma fisik.
4.
Meningkatkan harga diri
a.
Diskusikan dengan pasien bagaimana pendapat pasien
mengenai penyakitnya.
b.
Kenali kekuatan / ketrampilan pasien, agar pasien dapat
hidup di masyarakat dengan baik.
c.
Dorong pasien dapat mempergunakan kekuatan atau hal-hal
yang positif pada dirinya sehingga dapat mengurangi stress.
5.
Pendidikan untuk pasien
a.
Pasien harus mengerti tentang kondisi penyakitnya.
b. Perlunya minum obat secara teratur.
c.
Jelaskan faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan
1).
Jumlah yang tidak adekuat dari obat antiepileptik dalam
darah.
2).
Obat-obat
antiepilepsi yang tidak cocok
3).
Hyperventilasi
4).
Trauma otak, demam, penyakit.
5).
Kurang
/ tidak tidur.
6).
Stress
emosional
7).
Perubahan-perubahan hormonal seperti kehamilan dan
menstruasi
8).
Nutrisi yang buruk.
9).
Tidak seimbang cairan dan elektrolit
10).
Alkohol / obat-obatan
d.
Jelaskan tentang konsekuensi-konsekuensi psikososial
tentang :
1).
Pekerjaan
2).
Mengendarai
mobil
3).
Sport
dan rekreasi
4).
Mandi
5).
Kehamilan
6).
Minum-minum
alkohol
7).
Ada
tanda pengenal harus dinasehatkan untuk membawa keterangan didalam dompetnya.
Artikel Terkait
0 komentar :
Posting Komentar