Secara umum dan luas perjanjian internasional dalam bahasa
Indonesia disebut juga persetujuan, traktat ataupun konvensi. Banyak para
sarjana hukum internasional memberikan definisi perjanjian internasional,
diantaranya adalah T. May Rudy (2002:123) mengemukakan :
“Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara
anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum
tertentu”.
Sedangkan menurut Mochtar
Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, pengertian perjanjian internasional lebih
sederhana lagi :
“Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara
anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum
tertentu”.
Menurut Rebecca M. Wallace (1986:20),
secara tersirat mendefinisikan:
“Perjanjian internasional adalah suatu perjanjian yang dilakukan
oleh subjek hukum internasional yang mengkin terjadi diantara dua negera (bipartite) atau antara banyak negara (multi partite) yang membentuk
hukum-hukum (traite lois).
Menurut Konvensi Wina 1969 dan
Konvensi Wina 1986 pasal 2 ayat 1 huruf
a definisi perjanjian internasional adalah :
“Treaty means an
international agreement concluded between states in written form and governed by international law,
wheter embodied in a single instrument or in two or more related instrument ang
whatever its particular designation”
(Perjanjian internasional berarti suatu persetujuan internasional
yang ditanda-tangani antar Negara dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum
internasional, apakah dibuat dalam wujud satu instrumen tunggal atau dalam dua
instrumen yang saling berhubungan atau lebih dan apapun yang menjadi penandaan
khususnya).
Menurut I Wayan Parthiana (1992:12) dari
keempat pengertian perjanjian internasional yang dikemukakan di atas masih
sangat umum dan luas, ditunjukkan pada:
Pertama, dalam definisi semua subjek
hukum internasional dipandang dapat mengadakan perjanjian internasional,
padahal dalam kenyataan tidaklah setiap subjek hukum internasional dapat
berkedudukan sebagai pihak dalam
perjanjian internasional atau tidak semua subjek hukum internasional itu dapat
mengadakan perjanjian internasional. Hingga kini, hanya negara, tahta suci, dan
organisasi internasional (tidak semuanya), kaum belligerensi bangsa yang
memperjuangkan hak-haknya yang dapat berkedudukan sebagai pihak dalam
perjanjian internasional.
Kedua, definisi tersebut di samping
mencakup perjanjian internasional tertulis juga mencakup perjanjian
internasional yang berbentuk tidak tertulis, yang masing-masing memiliki
karakter yang sangat berbeda, meskipun sama-sama merupakan perjanjian
internasional.
Artikel Terkait
0 komentar :
Posting Komentar