Landasan
teori dari suatu penelitian atau karya ilmiah sering juga disebut studi
literatur atau tinjauan pustaka. Salah satu alasan penting suatu karya ilmiah
adalah landasan teori didukung hasil riset yang ada. Melalui penelitian atau
kajian teori diperoleh kesimpulan-kesimpulan atau pendapat-pendapat para ahli,
kemudian peneliti merumuskan pendapat peneliti yang relative baru. Peneliti
harus belajar dan melatih dirinya untuk mengatasi masalah-masalah yang sulit,
bagaimana mengekspresikan semua bahan dari berbagai sumber menjadi suatu karya
tulis yang memiliki bobot ilmiah.
Biasanya
setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah kedua dalam proses
penelitian (kuantitatif) adalah mencari teori, konsep dan genralisasi-generalisasi
hasil penelitian yang bisa dijadikan sebagai landasan teori untuk pelaksanaan
penelitian. Hoy & Miskel (1987) mendefinisikan : "Theory is a set of interrealated concepts, assumptions and
generalizations that systematically describes and explains regularities in
behavior in organization". Berdasarkan definisi tersebut dapat
diartikan bahwa teori berkenaan dengan konsep, asumsi dan generalisasi yang
logis yang berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan dan memprediksi prilaku
yang memiliki keteraturan sebagai stimulan dan panduan untuk mengembangkan
pengetahuan.
Landasan
teori membahas teori-teori tentang ilmu-ilmu yang diteliti. Penyajian teori
dalam landasan teori tidak terlalu sulit karena bersumber dari
literatur-literatur yang relevan. Jadi seharusnya teori yang dikemukakan harus
benar-benar menjadi dasar bidang yang diteliti. Selain itu, pada bagian ini
juga membahas temuan-temuan penelitian sebelumnya yang terkait langsung dengan
focus penelitian. Teori atau temuan penelitian peneliti lain yang dikutip harus
disebut sumbernya untuk menghindari tuduhan plagiarism (mengutip karya orang
lain tanpa menyebut sumbernya). Etika ilmiah tidak membenarkan seorang peneliti
melakukan pencurian karya orang lain.
Secara
sistematika suatu penelitian, landasan teori terdiri dari: (1) studi
kepeustakaan, (2) kerangka pikir, (3) penelitian yang relevan, dan (4)
hipotesis penelitian.
Studi Kepustakaan
Setelah seorang peneliti menetapkan topik penelitian,
langkah selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan dengan: teori yang
berkaitan dengan topik penelitian. Dalam pencarian teori, peneliti akan
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan.
Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku, jurnal, majalah,
hasil-hasil penelitian (tesis dan disertasi), dan sumber-sumber lainnya yang
sesuai (internet, koran dll.). Keseluruhan
upaya tersebut, dikatakan sebagai upaya Studi Kepustakaan untuk penelitian.
Istilah studi kepustakaan digunakan dalam ragam istilah
oleh para ahli, diantaranya yang dikenal adalah: kajian pustaka, tinjauan
pustaka, kajian teoritis, dan tinjuan teoritis. Penggunaan istilah-istilah
tersebut, pada dasarnya merujuk pada upaya umum yang harus dilalui untuk
mendapatkan teori-teori yang relevan dengan topik penelitian. Bila kita telah
memperoleh kepustakaan yang relevan, maka segera untuk disusun secara teratur
untuk dipergunakan dalam penelitian. Oleh karena itu studi kepustakaan meliputi
proses umum seperti: mengidentifikasikan teori secara sistematis, penemuan
pustaka, dan analisis dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan topik
penelitian.
Studi
kepustakaan mempunyai beberapa fungsi, meliputi:
1.
Menyediakan kerangka konsepsi atau teori untuk penelitian
yang direncanakan.
2.
Menyediakan informasi tentang penelitian terdahulu yang
berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.
3.
Memberi rasa percaya diri bagi peneliti, karena melalui
kajian pustaka semua konstruksi yang berhubungan dengan penelitian telah
tersedia.
4.
Memberi informasi tentang metode-metode, populasi dan
sampel, instrumen, dan analisis data yang digunakan pada penelitian yang
dilakukan sebelumnya.
5.
Menyediakan temuan, kesimpulan penelitian yang
dihubungkan dengan penemuan dan kesimpulan kita.
Studi
kepustakaan dari sumbernya dibedakan menjadi dua bagian yaitu: kepustakaan
konseptual dan kepustakaan penelitian. Kepustakaan konseptual meliputi
konsep-konsep atau teori-teori yang ada pada buku-buku dan artikel yang ditulis
oleh para ahli yang dalam penyampaiannya sangat ditentukan oleh ide-ide atau
pengalaman para ahli tersebut. Sebaliknya kepustakaan penelitian meliputi
laporan penelitian yang telah diterbitkan baik pada jurnal maupun majalah
ilmiah.
Bagi peneliti pemula
disarankan untuk menggunakan studi kepustakaan yang berasal dari kepustakaan
konseptual, untuk lebih memudahkan dalam merangkum dan mengkategorikan teori,
sesuai dengan kebutuhan pada saat akan membuat kerangka konseptual. Didasarkan
pada hal tersebut, maka ada beberapa strategi dalam menyampaikan studi
kepustakaan:
1.
Ungkapkan kajian pustaka yang benar-benar terkait erat
dengan variabel penelitian.
2.
Ungkapkan kajian pustaka dengan urutan dari mulai paparan
variabel bebas sampai dengan variabel terikat atau ungkapkan dari variabel yang
cakupannya umum dan luas ke arah variabel yang spesifik. Tentu saja secara luas
dan nampak saling menyapa antar paparan variabel tersebut dan bukan merupakan
kumpulan kutipan sehingga tidak menjadi suatu pola pemikiran yang menyeluruh.
3.
Dapat diungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan
karakteristik sampel dan demografinya, bila memang dibutuhkan.
Cara mengutip karya atau
sumber tertulis itu sebagai berikut.
a) Kutipan langsung
yang terdiri atas tidak lebih dari 3 baris atau tidak lebih dari 40 kata
ditempatkan didalam paragraf sebagaimana baris yang lain, tetapi diapit oleh
tanda petik dua (“…”) yang dimulai atau ditutup dengan identitas rujukan.
Contoh:
Tolla (1996:89) menegaskan
“Metode CBSA dalam pengajaran bahasa berdasarkan pendekatan komunikatif
seharusnya berbeda denga metode CBSA dalam bidang studi yang lain.”
Cara yang lain adalah
“Metode CBSA dalam pengajaran bahasa berdasarkan pendekatan komunikatif
seharusnya berbeda denga metode CBSA dalam bidang studi yang lain.” (Tolla,
1996:89).
b) Kutipan
langsung yang terdiri atas lebih dari 3 baris atau lebih dari 40 kata diketik
dalam paragraf tersendiri dengan spasi tunggal yang didahului dan
ditutup dengan tanda petik dua (“…”) dan dimulai pada ketukan ketujuh.
Contoh:
“Perihal perbedaan metode CBSA dalam pengajaran bahasa harus diwarnai oleh aktivitas berbahasa secara dinamis dan kreatif. Keaktifan secara intelektual tanpa disertai dengan keaktifan verbal tidak dapat dikatakan CBSA dalam pengajaran bahasa karena hakikat bahasa adalah tuturan lisan yang kemudian dikembangkan menjadi aturan lisan dan tulisan. Oleh karena itu, CBSA dalam pengajaran bahasa harus dimuati dengan kreativitas berbahasa sehingga nama yang poaling tepat adalah CBSA Komunikatif.”
“Perihal perbedaan metode CBSA dalam pengajaran bahasa harus diwarnai oleh aktivitas berbahasa secara dinamis dan kreatif. Keaktifan secara intelektual tanpa disertai dengan keaktifan verbal tidak dapat dikatakan CBSA dalam pengajaran bahasa karena hakikat bahasa adalah tuturan lisan yang kemudian dikembangkan menjadi aturan lisan dan tulisan. Oleh karena itu, CBSA dalam pengajaran bahasa harus dimuati dengan kreativitas berbahasa sehingga nama yang poaling tepat adalah CBSA Komunikatif.”
2. Kutipan Tidak Langsung
Kutipan tidak langsung
umumnya tampil bervariasi; bergantung kepada gaya bahasa peneliti. Setiap peneliti
mempunyai cara sendiri-sendiri mengungkapkan kembali ide atau konsep orang lain
didalam tulisannya. Ada peneliti yang memberi komentar lebih panjang, tetapi
ada yang menyatakannya dengan singkat. Kutipan tidak langsung tidak perlu
disertai dengan halaman buku sumber, cukup dengan mencantumkan nama peneliti
yang diikuti dengan tahun terbitan buku sumber.
Contoh
:
Tolla (1996) mengemukakan bahwa metode
CBSA dalam pengajaran perlu dibedakan dengan metode CBSA dalam bidang
studi yang lain kerena pengajaran bahasa mempunyai karakteristik khusus yang
berbeda dengan bidang studi yang lain.
Cara
Lain:
Penerapan metode CBSA dalam pengajaran
bahasa harus dibedakan dengan penerapannya dalam bidang studi yang lain dengan
alasan bahwa karakteristik pengajaran bahasa adalah penggunaan bahasa secara
dinamis dan kreatif (Tolla, 1996).
Kerangka
Pikir
Kerangka pikir merupakan
intisari dari teori yang telah dikembangkan dan mendasari perumusan hipotesis.
Teori yang telah dikembangkan dalam rangka memberi jawaban terhadap pendekatan
pemecahan masalah yang menyatakan hubungan antar variabel berdasarkan
pembahasan teoritis.
Perlu dijelaskan bahwa
tidak semua penelitian memiliki kerangka pikir. Kerangka pikir pada umumnya
hanya diperuntukkan pada jenis penelitian kuantatif. Untuk penelitian
kualitatif kerangka berpikirnya terletak pada kasus yang selama ini dilihat
atau diamati secara langsung oleh peneliti. Sedangkan untuk penelitian tindakan
kerangka berpikirnya terletak pada refleksi, baik pada peneliti maupun pada
partisipan. Hanya dengan kerangka berpikir yang tajam akan dapat digunakan
untuk merumuskan hipotesis.
Kemampuan peneliti untuk
menyusun kerangka teoritis akan sangat terkait dengan upaya penelusuran studi
kepustakaan, sebagai upaya memperoleh sejumlah referensi yang mendukung dan
tepat untuk membahas lingkup kajian penelitian yang dilakukan. Selanjutnya
kerangka teoritis yang disusun akan bermanfaat pada saat peneliti menentukan
hipotesis penelitian.
Kerangka Konsep
Penentuan
kerangka konseptual oleh peneliti akan sangat membantu dalam menentukan arah
pelaksanaan penelitian. Kerangka konseptual merupakan kerangka pikir mengenai
hubungan antar variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian atau hubungan
antar konsep dengan konsep lainnya dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa
yang telah diuraikan pada studi kepustakaan.
Konsep
dalam hal ini adalah suatu abstraksi atau gambaran yang dibangun dengan menggeneralisasikan
suatu pengertian. Oleh karena itu, konsep tidak dapat diamati dan diukur secara
langsung. Agar supaya konsep tersebut dapat diamati dan diukur, maka konsep
tersebut harus dijabarkan terlebih dahulu menjadi variabel-variabel.
Dengan
adanya kerangka konseptual akan bermanfaat bagi:
1.
Minat penelitian akan lebih terfokus ke dalam bentuk yang
layak diuji dan akan memudahkan penyusunan hipotesis.
2.
Memudahkan identifikasi fungsi variabel penelitian, baik
sebagai variabel bebas, variabel
tergantung,
variabel
kontrol/kendali, variable
moderator atau variabel lainnya.
Contoh
“pendidikan” adalah konsep. Agar dapat diukur maka dijabarkan dalam bentuk
variabel, misalnya: “tingkat
pendidikan atau jenis pendidikan atau latar belakang
pendidikan”. “kemampuan
guru” adalah konsep, dapat dijabarkan dalam bentuk varibel misalnya:
“kompetensi pedagogic atau kompetensi professional”. “Motivasi” adalah teori, agar dapat diukur
dijabarkan menjadi variabel,
misalnya “motivasi
belajar atau motivasi berprestasi atau motivasi bekerja”. Ketiga contoh di atas dapat disebut
sebagai variabel bebas
atau variable terikat.
Cara yang terbaik untuk mengembangkan kerangka konseptual
tentu saja harus memperkaya asumsi-asumsi dasar yang berasal dari bahan-bahan
referensi yang digunakan. Hal ini dapat diperkuat dengan mengadakan
amatan-amatan langsung pada lingkup area masalah yang akan dijadikan
penelitian. Dengan demikian kerangka konseptual yang dibuat merupakan paduan
yang harmonis antara hasil pemikiran dari konsep-konsep (deduksi) dan hasil
empirikal (induksi).
Pola berpikir deduksi adalah proses logika yang berdasar
dari kebenaran umum mengenai suatu fenomena (teori) dan menggeneralisasikan
kebenaran tersebut pada suatu peristiwa atau data tertentu yang berciri sama dengan
fenomena yang bersangkutan. Pola pikir induksi adalah proses logika yang
berangkat dari data empirik lewat observasi menuju kepada suatu teori. Dengan
kata lain induksi adalah proses mengorganisasikan fakta-fakta atau hasil-hasil
pengamatan yang terpisah menjadi suatu rangkuman hubungan atau suatu
generalisasi.
Merumuskan
Hipotesis
Pengertian
hipotesis
Langkah
menyusun
landasan teori juga merupakan tahapan
penelitian yang penting untuk membangun
atau merumuskan suatu hipotesis. Landasan teori yang dipilih haruslah sesuai dengan ruang
lingkup permasalahan. Landasan teoritis ini akan menjadi suatu asumsi dasar
peneliti dan sangat berguna pada saat menentukan suatu hipotesis penelitian.
Peneliti harus selalu bersikap terbuka terhadap fakta dan
kesimpulan terdahulu baik yang memperkuat maupun yang bertentangan dengan
prediksinya. Jadi, dalam hal ini telaah teoritik dan temuan penelitian yang
relevan berfungsi menjelaskan permasalahan dan menegakkan prediksi akan jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa hipotesis
penelitian dapat dirumuskan melalui jalur:
1.
Membaca dan menelaah ulang (reviu) teori dan
konsep-konsep yang membahas variabel-variabel penelitian dan hubungannya dengan
proses berfikir deduktif.
2.
Membaca dan mereviu temuan-temuan penelitian terdahulu
yang relevan dengan permasalahan penelitian lewat berfikir induktif.
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah
penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis menyatakan
hubungan apa yang dicari atau ingin dipelajari.
Hipotesis adalah keterangan sementara dari hubungan fenomena-fenomena yang
kompleks. Oleh karena itu, perumusan hipotesis menjadi sangat penting dalam
sebuah penelitian.
Manfaat Hipotesis
Penetapan hipotesis
dalam sebuah penelitian memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Memberikan batasan dan memperkecil jangkauan penelitian
dan kerja penelitian.
2.
Mengarahkan
dan menyiapkan pola pikir peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta,
yang kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti.
3.
Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang
bercerai-berai tanpa koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh.
4.
Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan
fakta dan antar fakta.
Oleh karena itu kualitas manfaat dari hipotesis tersebut
akan sangat tergantung pada:
1. Pengamatan yang
tajam dari si peneliti terhadap fakta-fakta yang ada.
2. Imajinasi dan
pemikiran kreatif dari peneliti.
3. Kerangka analisis yang digunakan peneliti.
4. Metode dan desain
penelitian yang dipilih peneliti.
Ciri hipotesis
yang baik
Perumusan hipotesis yang baik dan benar harus memenuhi
ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk kalimat
pernyataan deklaratif, bukan kalimat pertanyaan.
2.
Hipotesis berisi penyataan mengenai hubungan antar paling
sedikit dua variabel penelitian.
3.
Hipotesis harus sesuai dengan fakta dan dapat menerangkan
fakta.
4.
Hipotesis harus dapat diuji (testable). Hipotesis
dapat diuji secara
spesifik menunjukkan bagaimana variabel-variabel penelitian itu diukur dan
bagaimana prediksi hubungan atau pengaruh antar variabel termaksud.
5.
Hipotesis harus sederhana (spesifik) dan terbatas, agar
tidak terjadi kesalahpahaman pengertian.
Beberapa contoh hipotesis penelitian yang memenuhi
kriteria yang tersebut di atas:
1.
Olahraga teratur dengan dosis rendah selama 2 bulan dapat
menurunkan kadar gula darah secara signifikan pada pasien IDDM.
2.
Pemberian drill berupa latihan soal matematika sebanyak 3 kali
dalam seminggu selama
1 bulan siswa SMK kelas 11 dapat meningkatkan prestasi belajar secara signifikan.
Menggali
hipotesis
Didasarkan pada paparan di atas, maka tentu saja
merumuskan hipotesis bukan pekerjaan mudah bagi peneliti pemula. Oleh karena itu
seorang peneliti dituntut untuk dapat menggali sumber-sumber hipotesis. Untuk
itu dipersyaratkan bagi peneliti harus:
1.
Memiliki banyak informasi tentang masalah yang akan
dipecahkan dengan cara banyak membaca literatur yang ada hubungannya dengan
penelitian yang sedang dilaksanakan.
2.
Memiliki kemampuan untuk memeriksa keterangan tentang
tempat, objek, dan hal-hal yang berhubungan satu sama lain dalam fenomena yang
sedang diselidiki.
3.
Memiliki kemampuan untuk menghubungkan suatu keadaan
dengan keadaan yang lain yang sesuai dengan kerangka teori dan bidang ilmu yang
bersangkutan.
Dari
beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa penggalian sumber-sumber
hipotesis dapat berasal dari:
1.
Ilmu pengetahuan dan pengertian yang mendalam yang
berkaitan dengan fenomena.
2.
Wawasan dan pengertian yang mendalam tentang suatu
fenomena.
3.
Materi bacaan dan literatur yang valid.
4.
Pengalaman individu sebagai suatu reaksi terhadap
fenomena.
5.
Data empiris yang tersedia.
6.
Analogi atau kesamaan dan adakalanya menggunakan
imajinasi yang berdasar pada fenomena.
Hambatan
atau kesulitan dalam merumuskan hipotesis lebih banyak disebabkan karena
hal-hal:
1.
Tidak adanya kerangka teori atau tidak ada pengetahuan
tentang kerangka teori yang jelas.
2. Kurangnya
kemampuan peneliti untuk menggunakan kerangka teori yang ada.
3.
Belum
memahami atau belum memiliki pengetahuan tentang teknik-teknik penelitian yang ada
untuk merumuskan kata-kata dalam membuat hipotesis secara benar.
Jenis-jenis
Hipotesis
Penetapan hipotesis tentu didasarkan pada luas dan
dalamnya serta mempertimbangkan sifat dari masalah penelitian. Oleh karena itu,
hipotesispun bermacam-macam, ada yang didekati dengan cara pandang: sifat,
analisis, dan tingkat kesenjangan yang mungkin muncul pada saat penetapan
hipotesis.
Hipotesis
dua-arah dan hipotesis satu-arah
Hipotesis penelitian dapat berupa hipotesis dua-arah dan
dapat pula berupa hipotesis satu-arah. Kedua macam tersebut dapat berisi
pernyataan mengenai adanya perbedaan atau adanya hubungan.
Contoh hipotesis
dua arah:
1.
Ada perbedaan berat badan bayi antara bayi yang
memperoleh susu tambahan 3 gelas dari ibu
yang berperan ganda dan ibu
yang tidak berperan ganda.
2. Ada perbedaan prestasi belajar
antara siswa yang diajar dengan strategi pemberian drill soal latihan dengan
siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran ceramah
Hipotesis dua-arah memang kurang spesifik, oleh karena
itu perlu diformulasikan dalam hipotesis satu-arah. Contoh:
1. Terdapat
peningkatan berat badan bayi yang signifikan pada bayi yang memperoleh susu tambahan 3 gelas dari ibu
yang berperan ganda dibandingkan
dengan berat bayi yang memperoleh susu tambahan 3 gelas dari ibu yang tidak berperan ganda.
2.
Prestasi
belajar siswa yang diajar dengan strategi pemberian drill soal latihan lebih
baik dibandingkan dengan prestasi belajar siswa yang diajar dengan strategi
pembelajaran ceramah.
Hipotesis
Statistik
Rumusan hipotesis penelitian, pada saatnya akan diuji
dengan menggunakan metode statistik, perlu diterjemahkan dalam bentuk simbolik.
Simbol-simbol yang digunakan dalam rumusan hipotesis statistik adalah
simbol-simbol parameter. Parameter adalah besaran-besaran yang apa pada
populasi.
Sebagai contoh, hipotesis penelitian yang menyatakan
adanya perbedaan kematangan
berpikir yang berarti antara siswa putra dan siswa putri SMK Gajah Mungkur Yogyakarta. Hal ini
mengandung arti bahwa terdapat perbedaan kematangan berpikir antara siswa putra dan siswa putri dari sekolah
tersebut. Dalam statistika, rata-rata berarti mean yang mempunyai simbol M,
sedangkan parameter mean bagi populasi adalah m. Oleh karena
itu, simbolisasi hipotesis tersebut adalah:
Ha: m1≠ m2 (Hipotesis dua-arah) (kurang spesifik)
Ha: m1 > m2 (Hipotesis satu-arah) (tepat dan
spesifik)
Atau
Ha: m1- m2 ≠ 0 (Hipotesis dua-arah)
Ha: m1 - m2 > 0 (Hipotesis
satu-arah)
Dengan demikian simbol Ha berarti hipotesis alternatif,
yaitu penerjemahan hipotesis penelitian secara operasional. Hipotesis
alternatif disebut juga hipotesis kerja. Jadi, statistik sendiri digunakan
tidak untuk langsung menguji hipotesis alternatif, akan tetapi digunakan untuk
menolak atau menerima hipotesis nihil (nol). Penerimaan atau penolakan
hipotesis alternatif merupakan konsekuensi dari penolakan atau penerimaan
hipotesis nihil.
Hipotesis nihil atau null hypothesis atau Ho adalah
hipotesis yang meniadakan perbedaan antar kelompok atau meniadakan hubungan
sebab akibat antar variabel. Hipotesis nihil berisi deklarasi yang meniadakan
perbedaan atau hubungan antar variabel. Contoh dari hipotesis nol secara
statistik adalah:
Ho: m1- m2 = 0 (Hipotesis dua-arah)
Ho: m1= m2= 0 (Hipotesis
satu-arah)
Pada akhirnya
penolakan terhadap hipotesis nihil akan membawa kepada penerimaan hipotesis
alternatif, sedangkan penerimaan terhadap hipotesis nihil akan meniadakan
hipotesis alternatif.
Kesalahan dalam
perumusan hipotesis dan pengujian hipotesis
Dalam perumusan hipotesis dapat saja terjadi kesalahan.
Macam kesalahan dalam perumusan hipotesis ada dua macam yaitu:
1.
Menolak hipotesis nihil yang seharusnya diterima, maka
disebut kesalahan alpha dan diberi simbol a atau dikenal
dengan taraf signifikansi pengukuran.
2.
Menerima hipotesis nihil yang seharusnya ditolak, maka
disebut kesalahan beta dan diberi simbol b.
Pada umumnya penelitian di bidang pendidikan digunakan
taraf signifikansi 0.05 atau 0.01, sedangkan untuk penelitian kedokteran dan
farmasi yang resikonya berkaitan dengan nyawa manusia, diambil taraf
signifikansi 0.005 atau 0.001 bahkan mungkin 0.0001. Misalnya saja ditentukan
taraf signifikansi 5% maka apabila kesimpulan yang diperoleh diterapkan pada
populasi 100 orang, maka akan tepat untuk 95 orang dan 5 orang lainnya terjadi
penyimpangan.
Cara pengujian hipotesis didekati dengan penggunaan kurva
normal. Penentuan harga untuk uji hipotesis dapat berasal dari Z-score ataupun
T-score. Apabila harga Z-score atau T-score terletak di daerah penerimaan Ho,
maka Ha yang dirumuskan tidak diterima dan sebaliknya.
Artikel Terkait
0 komentar :
Posting Komentar