Cidera kepala adalah kerusakan
neurologis yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi
secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia anderson
Price, 1985).
B. Etiologi
Cidera kepala dapat
disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :
- Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal : kecelakaan, dipukul dan terjatuh.
- Trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.
- Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak.
- Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak.
C. Manifestasi klinis
Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera
akut dengan cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak selalu
dapat disembuhkan. Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat penting
diingat arti gangguan vegetatif yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa
sakit kepala, mual, muntah, dan puyeng. Gangguan vegetatif tidak dilihat
sebagai tanda-tanda penyakit dan gambaran penyakit, namun keadaannya
reversibilitas.
Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak
diingat (amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya
pula sebelum dan sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad). Timbul tanda-tanda
lemah ingatan, cepat lelah, amat sensitif, negatifnya hasil pemeriksaan EEG,
tidak akan menutupi diagnosis bila tidak ada kelainan EEG.
Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya
juga beraneka ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit.
Catatan kesimpulan mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma
berjam-jam atau seharian, apalagi kalau tidak menampakkan gejala penyakit
gangguan syaraff. Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli
bedah syaraf, gegar otak akan terjadi jika coma berlangsung tidak lebih dari 1
jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi
komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.
D. Patofisiologi
Cidera kepala terjadi karena beberapa
hal diantanya karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang
bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Bila
trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan
yang terjadi terus – menerus dapat menyebabkan hipoksia sehingga tekanan intra
kranial akan meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan
meneyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial
dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan
bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.
E. Klasifikasi
Cidera kepala
diklasifikasikan menjadi dua :
- Cidera kepala terbuka
- Cidera kepala tertutup
1. Cidera kepala terbuka
Luka terbuka pada lapisan-lapisan
galea tulang tempurung kepala duramater disertai cidera jaringan otak karena
impressi fractura berat. Akibatnya, dapat menyebabkan infeksi di jaringan otak.
Untuk pencegahan, perlu operasi dengan segera menjauhkan pecahan tulang dan
tindakan seterusnya secara bertahap.
Fractura Basis Cranii
Fractura ini dapat terletak di depan,
tengah, atau di belakang. Gejala fractura di depan:
- Rhino liquore disertai lesi di sinus-frontalis pada ethmoidal, spenoidal, dan arachnoidal.
- Pneunoencephalon, karena pada fractura basis cranii udara dari sinus maksilaris masuk ke lapisan selaput otak encepalon.
- Monokli haematoma, adalah haematoma pada biji mata, karena pada orbita mata dan biji lensa mata memberi gejala pendarahan intracranialis pula.
Fractura bagian tengah basis cranii
antara lain memberi gejala khas menetesnya cairan otak bercampur darah dari
telinga: otoliquor, melalui tuba eustachii. Gambaran rontgen sebagai tanda khas
pada fractura basis cranii selalu hanya memperlihatkan sebagian. Karena itu,
dokter-dokter ahli forensik selalu menerima kalau hanya ada satu tanda-tanda
klinik.
Gejala-gejala klinis lain yang dapat
dilihat pada fractura basis cranii antara lain anosmia (I); gangguan
penglihatan (II); gangguan gerakan-gerakan biji mata (III,IV, V); gangguan rasa
di wajah (VI); kelumpuhan facialis (VII); serta ketulian bukan karena trauma
octavus tetapi karena trauma pada haemotympanon. Pada umumnya, N. VIII - XII
jaringan saraf otak tidak akan rusak pada fractura basis cranii. Kalau fractura
disebut fractura impressio maka terjadi dislocatio pada tulang-tulang sinus
tengkorak kepala. Hal ini harus selalu diperhatikan karena kemungkinan ini
akibat contusio cerebri.
2. Cidera kepala tertutup
Pada tulang kepala, termasuk di
antaranya selaput otak, terjadi keretakan-keretakan. Dalam keadaan seperti ini,
timbul garis/linea fractura sedemikian rupa sehingga menyebabkan luka pada
daerah periferia a. meningia media, yang menyebabkan perdarahan arteri.
Haematoma dengan cepat membesar dan gambaran klinik juga cepat merembet,
sehingga tidak kurang dari 1 jam terbentuk haematomaepiduralis.
Penentuan diagnosis sangat berarti lucidum intervalum (mengigat waktu
yang jitu dan tepat). Jadi, pada epiduralis haematoma, sebenarnya jaringan otak
tidak rusak, hanya tertekan (depresi). Dengan tindakan yang cepat dan tepat,
mungkin pasien dapat ditolong. Paling sering terdapat di daerah temporal, yaitu
karena pecahnya pembulnh darah kecil/perifer cabang-cabang a. meningia media
akibat fractura tulang kepala daerah itu (75% pada Fr. Capitis).
a. Epiduralis haematoma
Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior,
sin. transversus. Foto rontgen kepala sangat berguna, tetapi yang lebih penting
adalah pengawasan terhadap pasien. Saat ini, diagnosis yang cepat dan
tepat ialah CT scan atau Angiografi. Kadangkala kita sangat terpaksa melakukan "Burr
hole Trepanasi", karena dicurigai akan terjadi epiduralis haematoina.
Dengan ini sekaligus bisa didiagnosis dan dekompresi, sebab terapi untuk
epiduralis haematoma adalah suatu kejadian yang gawat dan harus segera
ditangani.
b. Subduralis
haematoma akut
Kejadian akut haematoma di antara
durameter dan corteks, dimana pembuluh darah kecil sinus vena pecah atau
terjadi perdarahan. Atau jembatan vena bagian atas pada interval yang akibat
tekanan lalu terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan
jaringan otak sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara
durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya
tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial). Pada kejadian akut
haematoma, lucidum intervalum akan terasa setelah beberapa jam sampai 1 atau 2
hari. Tanda-tanda neurologis-klinis di sini jarang memberi gejala epileptiform
pada perdarahan dasar duramater. Akut hematoma subduralis pada trauma kapitis
dapat juga terjadi tanpa Fractura Cranii, namun pembuluh darah arteri dan vena
di corteks terluka. Pasien segera pingsan/ koma. Jadi, di sini tidak ada "free
interval time". Kadang-kadang pembuluh darah besar seperti arteri dan
sinus dapat juga terluka. Dalam kasus ini sering dijumpai kombinasi dengan
intracerebral haematoma sehingga mortalitas subdural haematoma akut sangat
tinggi (80%).
c. Subrachnoidalis
Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada
pembuluh darah otak, yaitu perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk
paling sering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada
permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna “pelebaran
pembuluh darah”. Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
Gambaran klinik tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit tetapi terjadi
gangguan ingatan karena timbulnya gangguan meningeal. Akut Intracerebralis Haematoma terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan
subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada
jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi
pecah pula karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga
terjadilah "subduralis haematoma", disertai gejala kliniknya.
d. Contusio Cerebri
Di antara yang paling sering adalah
bagian yang berlawanan dengan tipe centralis - kelumpuhan N. Facialis atau N.
Hypoglossus, atau kelumpuhan syaraf-syaraf otak, gangguan bicara, yang
tergantung pada lokalisasi kejadian cidera kepala. Contusio pada kepala adalah
bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak encephalon dengan timbulnya
tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan tanda-tanda
gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yang mulai dengan
bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu badan, muka merah, keringat
profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat dikendalikan (decebracio
rigiditas).
E. Pemeriksaan diagnostik
- Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek
yang terjadi (perdarahan atau ruptur atau fraktur).
- CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara
pasti.
- Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya
bendungan dari spinal aracknoid jika dicurigai.
- MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan
posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
- Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
- Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi
yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan
(medulla oblongata).
- Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha
pernafasan.
F. Pengobatan
Penderita trauma saraf spinal akut
yang diterapi dengan metilprednisolon (bolus 30 mg/kg berat badan
dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per jam selama 23 jam), akan
menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila preparat itu diberikan dalam
waktu paling lama 8 jam setelah kejadian (golden hour). Pemberian nalokson
(bolus 5,4 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan per jam
selama 23 jam) tidak memberikan perbaikan keadaan neurologis pada penderita
trauma saraf spinal akut.
Metilprednisolon yang diberikan
secara dini dan dalam dosis yang akurat, dapat memperbaiki keadaan neurologis
akibat efek inhibisi terjadinya reaksi peroksidasi lipid. Dengan kata lain,
metilprednisolon bekerja dengan cara:
▪
Menyusup masuk ke lapisan lipid untuk melindungi fosfolipid
dan komponen membran lain dari kerusakan.
▪
Mempertahankan kestabilan dan keutuhan membran.
▪
Mencegah perembetan kerusakan sel-sel lain di dekatnya.
▪
Mencegah berlanjutnya iskemia pascatrauma.
▪
Memutarbalikkan proses akumulasi kalsiun intraseluler.
▪
Menghambat pelepasan asam arakhidonat.
H. Diagnosa keperawatan
- Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah ke otak.
- Gangguan rasa nyaman nyeri b/ d peningkatan tekanan intra kranial.
- Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intra kranial.
- Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf motorik.
- Resiko tinggi infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
- Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/ d haluaran urine dan elektrolit meningkat.
- Gangguan kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah dan menelan.
- Gangguan pola nafas b/ d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler, kerusakan medula oblongata.
I.
Intervensi
Diagnosa
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran
darah ke otak.
|
Gangguan perfusi
jaringan tidak dapat diatasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x
24 jam dengan KH :
-
Mampu mempertahankan tingkat
kesadaran
-
Fungsi sensori dan motorik
membaik.
|
-
Pantau status neurologis
secara teratur.
-
Evaluasi kemampuan membuka
mata (spontan, rangsang nyeri).
-
Kaji respon motorik terhadap
perintah yang sederhana.
-
Pantau TTV dan catat
hasilnya.
-
Anjurkan orang terdekat untuk
berbicara dengan klien
-
Kolaborasi pemberian cairan
sesuai indikasi melalui IV dengan alat kontrol
|
Mengkaji adanya
kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP
Menentukan
tingkat kesadaran
Mengukur
kesadaran secara keseluruhan dan kemampuan untuk berespon pada rangsangan
eksternal.
Dikatakan sadar
bila pasien mampu meremas atau melepas tangan pemeriksa.
Peningkatan
tekanan darah sistemik yang diikuti dengan penurunan tekanan darah diastolik
merupakan tanda peningkatan TIK .
Peningkatan
ritme dan disritmia merupakan tanda adanya depresi atau trauma batang otak
pada pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung sebelumnya.
Nafas yang tidak
teratur menunjukan adanya peningkatan TIK
Ungkapan
keluarga yang menyenangkan klien tampak mempunyai efek relaksasi pada
beberapa klien koma yang akan menurunkan TIK
Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan Oedema cerebral:
meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler, tekanan darah (TD) dan TIK
|
Gangguan rasa nyaman nyeri b/ d peningkatan tekanan intra
kranial.
|
Rasa nyeri
berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH
:
-
pasien mengatakan nyeri
berkurang.
-
Pasien menunjukan skala nyeri
pada angka 3.
-
Ekspresi wajah klien rileks.
|
-
Teliti keluhan nyeri, catat
intensitasnya, lokasinya dan lamanya.
-
Catat kemungkinan
patofisiologi yang khas, misalnya adanya infeksi, trauma servikal.
-
Berikan kompres dingin pada
kepala
|
Mengidentifikasi
karakteristik nyeri merupakan faktor yang penting untuk menentukan terapi
yang cocok serta
mengevaluasi
keefektifan dari terapi.
Pemahaman
terhadap penyakit yang mendasarinya membantu dalam memilih intervensi yang
sesuai.
Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.
|
Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan
tekanan intra kranial.
|
Fungsi persepsi
sensori kembali normal setelah dilakukan perawatan selama 3x 24 jam dengan KH
:
-
mampu mengenali orang dan
lingkungan sekitar.
-
Mengakui adanya perubahan
dalam kemampuannya.
|
-
Evaluasi secara teratur
perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan, sensori dan proses
pikir.
-
Kaji kesadaran sensori dengan
sentuhan, panas/ dingin, benda tajam/ tumpul dan kesadaran terhadap gerakan.
-
Bicara dengan suara yang
lembut dan pelan. Gunakan kalimat pendek dan sederhana. Pertahankan kontak
mata.
-
Berikan lingkungan
tersetruktur rapi, nyaman dan buat jadwal untuk klien jika mungkin dan tinjau
kembali.
-
Gunakan penerangan siang atau
malam.
-
Kolaborasi pada ahli
fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara dan terapi kognitif.
|
Fungsi cerebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dahulu oleh
adanya gangguan sirkulasi, oksigenasi. Perubahan persepsi sensori motorik dan
kognitif mungkin akan berkembang dan menetap dengan perbaikan respon secara
bertahap
Semua sistem sensori dapat terpengaruh dengan adanya perubahan
yang melibatkan peningkatan atau penurunan sensitivitas atau kehilangan
sensasi untuk menerima dan berespon sesuai dengan stimuli.
Pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian atau pemahaman selama
fase akut dan penyembuhan. Dengan tindakan ini akan membantu pasien untuk
memunculkan komunikasi.
Mengurangi kelelahan, kejenuhan dan memberikan kesempatan untuk
tidur REM (ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan gangguan persepsi
sensori).
Memberikan perasaan normal tentang perubahan waktu dan pola tidur.
Pendekatan antar disiplin ilmu dapat menciptakan rencana
panatalaksanaan terintegrasi yang berfokus pada masalah klien
|
Gangguan
mobilitas fisik b/d spastisitas
kontraktur, kerusakan saraf motorik.
|
Pasien dapat
melakukan mobilitas fisik setelah mendapat perawatan dengan KH :
-
tidak adanya kontraktur,
footdrop.
-
Ada peningkatan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit.
-
Mampu mendemonstrasikan
aktivitas yang memungkinkan dilakukannya
|
-
Periksa kembali kemampuan dan
keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
-
Pertahankan kesejajaran tubuh
secara fungsional, seperti bokong, kaki, tangan. Pantau selama penempatan
alat atau tanda penekanan dari alat tersebut.
-
Berikan/ bantu untuk latihan
rentang gerak
-
Bantu pasien dalam program
latihan dan penggunaan alat mobilisasi. Tingkatkan aktivitas dan partisipasi
dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan.
|
Mengidentifikasi kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi
pilihan intervensi yang akan dilakukan.
Penggunaan sepatu tenis hak tinggi dapat membantu mencegah
footdrop, penggunaan bantal, gulungan alas tidur dan bantal pasir dapat
membantu mencegah terjadinya abnormal pada bokong.
Mempertahankan mobilitas dan fungsi sendi/ posisi normal
ekstrimitas dan menurunkan terjadinya vena statis.
Proses penyembuhan yang lambat seringakli menyertai trauma kepala
dan pemulihan fisik merupakan bagian yang sangat penting. Keterlibatan pasien
dalam program latihan sangat penting untuk meningkatkan kerja sama atau
keberhasilan program.
|
Resiko tinggi
infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
|
Tidak terjadi
infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam dengan KH :
-
Bebas tanda- tanda infeksi
-
Mencapai penyembuhan luka
tepat waktu
|
-
Berikan perawatan aseptik dan
antiseptik, pertahankan teknik cuci tangan yang baik.
-
Observasi daerah kulit yang
mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik
drainase dan adanya inflamasi.
-
Batasi pengunjung yang dapat
menularkan infeksi atau cegah pengunjung yang mengalami infeksi saluran nafas
atas.
-
Kolaborasi pemberian
atibiotik sesuai indikasi.
|
Cara pertama untuk menghindari nosokomial infeksi.
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan
tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
Menurunkan pemajanan terhadap pembawa kuman infeksi.
Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang mengalami
trauma, kebocoran LCS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan
resiko terjadinya infeksi nosokomial.
|
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/ d haluaran urine
dan elektrolit meningkat.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam ganguan keseimbangan cairan
dan elektrolit dapat teratasi dengan KH :
-
Menunjukan membran mukosa
lembab, tanda vital normal haluaran urine adekuat dan bebas oedema.
|
-
Kaji tanda klinis dehidrasi
atau kelebihan cairan.
-
Catat masukan dan haluaran,
hitung keseimbangan cairan, ukur berat jenis urine.
-
Berikan air tambahan/ bilas
selang sesuai indikasi
-
Kolaborasi pemeriksaan lab.
kalium/fosfor serum, Ht dan albumin serum.
|
Deteksi dini dan intervensi dapat mencegah kekurangan / kelebihan
fluktuasi keseimbangan cairan.
Kehilangan urinarius dapat menunjukan terjadinya dehidrasi dan
berat jenis urine adalah indikator hidrasi dan fungsi renal.
Dengan formula kalori lebih tinggi, tambahan air diperlukan untuk
mencegah dehidrasi.
Hipokalimia/ fofatemia dapat terjadi karena perpindahan
intraselluler selama pemberian makan awal dan menurunkan fungsi jantung bila
tidak diatasi.
|
Gangguan
kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah dan menelan
|
Pasien tidak
mengalami gangguan nutrisi setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam
dengan KH :
-
Tidak mengalami tanda- tanda mal nutrisi
dengan nilai lab. Dalam rentang normal.
-
Peningkatan berat badan
sesuai tujuan.
|
-
Kaji kemampuan pasien untuk
mengunyah dan menelan, batuk dan mengatasi sekresi.
-
Auskultasi bising usus, catat
adanya penurunan/ hilangnya atau suara hiperaktif.
-
Jaga keamanan saat memberikan
makan pada pasien, seperti meninggikan kepala selama makan atatu selama
pemberian makan lewat NGT.
-
Berikan makan dalam porsi
kecil dan sering dengan teratur.
-
Kaji feses, cairan lambung,
muntah darah.
-
Kolaborasi dengan ahli gizi.
|
Faktor ini menentukan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus
terlindung dari aspirasi.
Fungsi bising usus pada umumnya tetap baik pada kasus cidera
kepala. Jadi bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau
berkembangnya komplikasi seperti paralitik ileus.
Menurunkan regurgitasi dan terjadinya aspirasi.
Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap
nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.
Perdarahan subakut/ akut dapat terjadi dan perlu intervensi dan
metode alternatif pemberian makan.
Metode yang efektif untuk memberikan kebutuhan kalori.
|
Gangguan pola nafas b/ d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler,
kerusakan medula oblongata.
|
Tidak terjadi
gangguan pola nafas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam
dengan KH :
-
Memperlihatkan pola nafas
normal/ efektif, bebas sianosis dengan GDA dalam batas normal pasien.
|
-
Pantau frekuensi, irama,
kedalaman pernafasan. Catat ketidakteraturan pernafasan.
-
Angkat kepala tempat tidur
sesuai aturan posisi miring sesuai indikasi.
-
Anjurkan pasien untuk latihan
nafas dalam yang efektif jika pasien sadar.
-
Auskultasi suara nafas.
Perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara- suara tambahan yang tidak
normal. (krekels, ronki dan whiszing).
-
Kolaborasi untuk pemeriksaan
AGD, tekanan oksimetri.
-
Berikan oksiegen sesuai
indikasi.
|
Perubahan dapat menunjukan komplikasi pulmonal atau menandakan
lokasi/ luasnya keterlibatan otak. Pernafasan lambat, periode apneu dapat
menendakan perlunya ventilasi mekanis.
Untuk memudahkan ekspansi paru dan menjegah lidah jatuh yang
menyumbat jalan nafas.
Mencegah/ menurunkan atelektasis.
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis,
kongesti atau obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigenasi serebral
atau menandakan adanya infeksi paru (umumnya merupakan komplikasi pada cidera
kepala).
Menentukan kecukupan oksigen, keseimbangan asam-basa dan kebutuhan
akan terapi.
Mencegah hipoksia, jika pusat pernafasan tertekan. Biasanya dengan
mnggunakan ventilator mekanis
|
Artikel Terkait
0 komentar :
Posting Komentar