Menurut O’Connel dan juga Starke
sebagaimana dikutip oleh Mohd.Burhan Tsani (1990:71) walaupun perjanjian
internasional mempunyai nama atau istilah yang bermacam-macam, akan tetapi
mengenai strukturnya dapat dikatakan akan selalu mengikuti suatu pola tertentu.
Pola struktur perjanjian internasional pada umumnya adalah sebagai berikut :
1.
Judul;
2.
Preambul;
3.
Klausula substantif;
4.
Klausula formal;
5.
Pembuktian formal;
6.
Tanda tangan delegasi.
Selanjutnya dari keenam pola struktur
perjanjian internasional di atas dijelaskan oleh Mohd.Burhan Tsani
(1990:72-73).
Dalam judul suatu perjanjian
internasional pada umumnya tersirat :
1.
Nama yang dimaksud bagi
perjanjian internasional yang bersangkutan; apakah dengan nama convention, treaty, agreement, final act
ataukah nama yang lain;
2.
Materi pokok yang diatur dengan
perjanjian internasional yang bersangkutan, misalnya : mengenai hukum
perjanjian internasional, hubungan diplomatik dan konsuler, penindasan
perbuatan melawan hukum terhadap pesawat terbang;
3.
Sering pula dimuat nama tempat
dilangsungkan atau ditandatanganinya suatu perjanjian internasional.
Preambul adalah bagian pokok
perjanjian internasional yang merupakan permulaan pengucapan suatu perjanjian
internasional. Hal-hal yang biasa dimuat dalam preambul (pembukaan) adalah :
1.
Pembeberan nama para pihak,
apakah kepala negara, negara ataukah pemerintah;
2.
Tujuan atau maksud ditutupnya
suatu perjanjian internasional;
3.
Ketetapan hati, dasar atau alasan
para pihak untuk ikut serta atau menyelenggarakan perjanjian internasional.
4.
Nama-nama dan penandaan
(identitas) para utusan yang mempunyai kuasa penuh.
Klausula substantif sering juga
disebut dengan istilah “dispositive
provisions” (ketentuan yang bersifat mengatur) atau batang tubuh perjanjian
internasional. Klausula ini terdiri dari pasal-pasal yang mengatur inti
persoalan atau materi pokok perjanjian internasional. Dari pasal-pasal inilah dapat
diketemukan hukum internasional positif yang berlaku bagi materi yang
bersangkutan. Klausula substantif inilah yang merupakan bagian pokok terpenting
perjanjian internasional yang
bersangkutan.
Klausula formal sering juga disebut
dengan istilah klausula final atau klausula protokoler. Dalam klausula ini
dimuat hal-hal yang bersifat teknis, hal-hal pokok yang formal dan
masalah-masalah yang berhubungan dengan penerapan dan mulai berlakunya
perjanjian internasional yang bersangkutan. Klausula formal ini pada umumnya
secara terpisah memuat dan mengatur hal-hal sebagai berikut :
1.
tanggal perjanjian;
2.
cara penerimaan terhadap
perjanjian internasional yang bersangkutan, misalnya dengan penanda-tanganan,
aksessi dan sebagainya;
3.
terbukanya perjanjian
internasional bagi penanda-tanganan;
4.
mulai berlakunya perjanjian
internasional;
5.
jangka waktu berlakunya
perjanjian internasional;
6.
pernyataan pengakhiran
perjanjian internasional yang bersangkuatn oleh para pihak;
7.
penerapan perjanjian
internasional oleh perundang-undangan nasional;
8.
penerapan perjanjian
internasional terhadap wilayah dan sebagainya;
9.
bahasa yang dipakai dalam draft
perjanjian internasional;
10.
penyelesaian sengketa;
11.
amandemen atau revisi terhadap
perjanjian internasional;
12.
pendaftaran perjanjian
internasional;
13.
pemeliharaan instrumen asli
perjanjian internasional.
Bagian pokok perjanjian internasional
yang berwujud pembuktian formal, merupakan pengakuan atau pembenaran terhadap
penanda-tanganan perjanjian internasional. Bagian inilah yang memuat hal-hal
yang bersifat testimonium. Selain itu juga dimuat tanggal dan tempat penanda-tanganan
perjanjian internasional.
Bagian akhir suatu perjanjian
internasional pada umunya memuat tanda-tangan para utusan yang mempunyai “full-powers”. Akan tetapi ada juga
perjanjian internasional yang memakai sistem pemuatan tanda-tangan para delegasi pada instrumen yang terpisah
dari perjanjian internasional itu sendiri, yaitu dalam final act (Starke, 2000
: 439,440).
Artikel Terkait
1 komentar :
Posting Komentar