Arsip Blog

BPH (pembesaran progresif dari kelenjar prostat)

A.    PENGERTIAN
Menurut Doenges (2000 : 671), BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi ureteral dan pembatasan aliran urinaria, sedangkan menurut Long (1996 : 331), BPH adalah pembesaran aderomateus dari kelenjar prostat dan lebih dari setengahnya dari orang yang usianya di atas 50 tahun dan 75% pria yang usianya di atas 70 tahun menderita gejala-gejala semacam pembesaran prostat dan menurut Tucker (1998 : 605) Hiperplasia prostat adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenan dengan proses penuaan : kelenjar prostat mengitari leher kandung kemih dan uretra ; sehingga hiperplasia prostat seringkali menghadapi pengosongan kandung kemih.

B.     ETIOLOGI
Prostat Hiperplasia secara pasti belum diketahui penyebabnya, akan tetapi ada beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran kelenjar prostat antara lain :
1.      Teori hubungan seksual
Seorang laki-laki yang lama tidak melakukan hubungan seksual dimungkinkan akan mengalami hiperplasia. Hal ini dikarenakan ada penumpukan sekresi dari kelenjar prostat sehingga akan mempengaruhi kelenjar prostat.
2.      Teori ketidakseimbangan hormon
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormon testosteron dan estrogen. Testosteron akan berkurang produksinya sehingga kadar estrogen lebih banyak dan akan menyebabkan hiperlasia stroma.
3.      Teori aktivitas hormon
Sebagian hormon testosteron dalam tubuh terikat dalam protein dan hanya sekitar 2% saja dalam keadaan testosteron bebas ini akan diikat sitoplasma dan selanjutnya masuk dalam inti sel dan akan menyebabkan sintesis protein sehingga dapat terjadi proliferasi sel.
(Long,  1996 : 331)

C.    GAMBARAN KLINIS
1.      Peningkatan frekuensi berkemih,
2.      Nokturia,
3.      Dorongan ingin berkemih,
4.      Inkontenensia,
5.      Abdomen tegang,
6.      Volume urine menurun dan harus mengejar saat berkemih,
7.      Aliran urine tidak lancar,
8.      Dribling (dimana urine terus menetes setelah berkemih),
9.      Rasa seperti kandung kemih tidak kosong dengan baik,
10.  Retensi urine akut (bila lebih diri 60 ml) urine tetap berada dalam kandung kemih setelah berkemih,
11.  Kekambuhan infeksi saluran kemih.
(Smeltzer, Bare, 2001 : 1625)

D.    ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN KEMIH BAGIAN BAWAH
Ureter muncul sebagai perpanjangan dari pelvis renalis yang bermuara ke kandung kencing pada suatu daerah yang disebut trigone. Pembuluh kecil ini terbuat dari otot halus. Fungsi ureter adalah untuk menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kemih. Spasme dan rasa nyeri bentuk kolik bisa timbul akibat obstruksi ureter. Kandung kencing yang terletak di belakang simfisis pubis merupakan kantong penampungan urine. Selaput mukosanya berbentuk lipatan yang disebutkan rugae (kerutan) yang disertai dinding otot yang elastis dapat mencembungkan kandung kencing yang sangat besar dan menampung jumlah urine yang banyak. Lapisan otot skelet melingkari bagian bawah kandung kencing dan membentuk sfinkter urinearia eksternal. Kandung kecing mendapat inversi baik dari sistem saraf simpati maupun parasimpatis. Sedangkan ureter hanya mendapat serabut dari sistem saraf simpatis. Ureter mentranspos urine dari kandung kemih ke meatus eksterna, uretra pria panjangnya 16-20 cm dan mentranspos semen dan juga urine. Uretra mendapat inervasi baik dari sistem saraf simpatis maupun parasimpatis. Kelenjar prostat merupakan kelenjar reproduksi besar kira-kira sebesar walnut yang melingkari bagian atas uretra pria, dan berbentuk seperti doughnut dan uretra bisa lewat dan menimbulkan obstruksi pada saluran urine, banyak kelenjar prostat mengeluarkan isinya melalui uretra. Bakteri dari saluran urine yang mengeluarkan urine yang infeksi bisa naik ke kelenjar ini dan menimbulkan peradangan prostat (Long, 1996 : 275).
E.     PATOFISIOLOGI
Menurut Robbins dan Kumar (1995 : 361), penyebab BPH tidak diketahui dengan jelas, tetapi kini diduga akibat pengaruh hormon antara lain androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron, sebuah metabolik aktif testosteron diduga merupakan mediator pokok hiperlasia. Di duga bahwa estrogen berakibat jaringan peka terhadap dampak penggalakan pertumbuhan oleh dehidrostosteron. Kenaikan estrogen terjadi pada proses penuaan yang mengakibatkan dampak nyata pengaruh androgen pada prostat.
Menurut Mansjoer (2000 : 329), proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang hngga timbul sakulasi / devertike, fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran awal dan menetap dari Benigna prostat hiperplasia. Kencing terputus-putus terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sehingga sampai akhir miksi. Rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urine yang banyak dalam buli-buli. Sering kencing malam hari terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi, sehingga interval antara miksi lebih pendek, di samping itu banyak kencing pada malam hari karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus sfinkter dan uretra berkurang selama tidur. Urgensi dan disuri jarang terjadi, jika disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi invalunter. Inkonterersia bukan gejala yang khas walaupun dengan berkembangnya penyakit urine keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-bulu mencapai compliance maximum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebih tekanan sfinkter. Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine karena produksi urine terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intravesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi, karena selalu terdapat sisa urine, dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria, sistitis, pielonefritis dan harus mengejan sehingga lama-lama menyebabkan hernia dan haemoroid.
Artikel Terkait

0 komentar :

Posting Komentar

 

Catatannya Didit Copyright © 2011-2015 | Powered by Blogger