Arsip Blog

Sejarah Filsafat


Selayaknya objek yang ada di dunia ini, filsafat memiliki ikatan waktu dan ruang sebelum waktu ini. Filsafat mempunya sejarahnya yang unik. Sejarah filsafat bagaikan aliran-aliran sungai yang panjang, mermuara dan berhulu. Dari waktu ke waktu filsafat terus berkembang, berubah wajah, mempercantik wajah, hingga apa yang nampak saat ini.
Menurut Susanto:2010, sejarah lahirnya dan perkembangan filsafat sama tuanya dengan sejarah kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan yang muncul pada masa peradaban kuno. Sejarah filsafat adalah uraian suatu peristiwa yangberkaitan dengan hasil pemikiran filsafat. Asal muasal lahirnya filsafat adalah dalam upaya mencari kebenaran, menyelidiki hakekat yang sebenarnya mengenai segala sesuatu secara sungguh-sungguh. Sama halnya dengan filsafat, bahwa ilmu itu mengejar kebenaran, artinya ilmu pengetahuan berusaha untuk mencapai persesuaian antara pengetauan dengan objeknya.
Perkembangan filsafat tidak lepas dari perkembangan ilmu pengetahuan. Lahirnya filsafat sama halnya dengan lahirnya ilmu pengetahuan. Adapun riwayat singkat perkembangan ilmu pengetahuan menurut Peter Soedjono:2004,  adalah sebagai berikut :
1.      Jaman Pra Sejarah (sebelum 500 SM)
Peradaban manusia boleh dikatakan berawal di Babilonia dan Mesir sekitar 5000 tahun sebelum masehi. Ilmu pengetahuan di jaman ini pada dasarnya bersifat terapan. Bangsa Babilonia mengembangkan ilmu astronomi khususnya yang berkaitan dengan astrologi, bermotifkan kepercayaan bahwa nasib dan kehidupan di bumi amat dipengaruhi bahkan ditentukan oleh konstelasi dan letak benda-benda angkasa, yaitu bumi, bulan, matahari, serta bintang-bintang satu sama lain.
Bangsa Mesir Kuno di samping mengembangkan astronomi, juga melahirkan ilmu ukur, ilmu hitung, ilmu teknik, ilmu obat-obatan, dan ilmu anatomi tubuh manusia, serta seni lukis. Motivasinya adalah megagungkan raja mereka yang dipandang sebagai penjelmaan dewa-dewa yang antara lain upaya mengawetkan jenazah raja-raja mereka menjadi mumi, serta mendirikan bangunan-bangunan megah berbentuk piramida sebagai istana kuburan para raja.

2.      Jaman Yunani Kuno
Ilmu pengetahuan murni yakni yang berkembang atas dasar kegairahan ingin tahu semata-mata, baru lahir dan berkembang dalam peradaban Yunani Kuno antara 600 tahun sebelum Masehi sampai sekitar 100 tahun sesudah Masehi. Bangsa Yunani yang meletakkan dasar-dasar filsafat yang melandasi peradaban umat manusia sampai sekarang.
Ilmu pengatahuan di jaman Yunani kuno bercorak filsafat yaitu bersifat murni, rasional, dan analitik. Pada hakekatnya bangsa Yunanilah yangmelahirkan ilmu falak, ilmu kematerian, ilmu mekanika, hidrostatika, ilmu optika, dan ilmu ukur analitik.
Adapun para filsuf perintis ilmu filsafat dan ilmu pengetahuan di era Yunani kuno ialah :
a.      Thales (624 SM-547 SM)
b.      Anaximander (610 SM-545 SM)
c.      Anaximenes (500 SM)
d.      Heraclitus (500 SM)
e.      Phytagoras (570-490 SM)
f.        Anaxagoras (500 SM-428 SM)
g.      Parmenides (510 SM)
h.      Democritus (460 SM-370 SM)
i.        Socrates (469 SM-399 SM)
j.        Plato (429 SM-347 SM)
k.      Aristoteles (384 SM-322 SM)
l.        Epicurus (342 SM-270 SM)
m.   Aristarchus (310 SM-230 SM)
n.     Archimedes (287 SM-212 SM)
o.      Ptolemy (70-147)

Thales adalah filsuf pertama yang bersama Anaximander dan Anaximenes adalah yang mula-mula membahas hakekat keberadaan segala sesuatu dan asal-usul alam kebendaan serta proses perubahan alam kebendaan. Heraclitus berpendapat bahwa segala seuatu di alam ini tidak ada yang tetap dan selalu berubah berkesinambungan seperti mengalirnya air sungai.
Terkesan dengan perbandingan frekuensi-frekuensi yang teratur dalam tangga nada bunyi musik, Phytagoras menyakini adanya peran bilanganbilangan dalam segala proses alami, dan dialah yang pertama kali memperkenalkan ilmu hitung dan ilmu ukur. Meskipun Phytagoras adalah seorang rasionalis, namun dalam pandangan hidupnya ia mempercayai mistik, antara lain ia meyakini bahwa roh itu kekal, tidak mati danmenjadikan kehidupan manusia maupun binatang mengalami inkarnasi dan terus-menerus.
Parmeides adalah yangmembidani lahirnya metafisika. Ia mengatakan bahwa yang ada dan yang tidak ada itu tidak ada, yang artinya kurang lebih bahwa penyusun alam kebendaan itu tetap, tidak berubah menjadi yang lain dan tidak dapat dibagi-bagi. Hal ini jelas bertentangan dengan pandangan Heraclitus. Di samping itu Parmenides adalah filsuf pertama yang mengandalkan penalaran deduktif murni tanpa mempertimbangkan fakta empiri atau realita, dan ia adalah pendiri metode logika yang nantinya membuka jalan ke pemikiran abstraksi.
Berbeda dengan Parmanides, Anaxogoras mempercayai kemajemukan benda alam dan adanya sesuatu yang menimbulkan gerakan, serta menyakini adanya berbagai-bagai jenis materi yang menyusun benda-benda alam semesta seperti sekarang berada. Sejalan dengen Anaxogoras, Democritus penggagas atoom yang pertama berpendapat bahwa setiap benda tersusun atas partikel-partikel lembut yang disebut atoom.
Socrates mempercayai kemungkinan tukar pikiran atau ide dalam rangka membelajarkan, saling mentajamkan pengertian dan saling tukar ide atau gagasan. Maka muncullah budaya dialog serta diskusi yang lalu lebih dibudayakan lagi oleh Plato, muridnya. Socrates juga dikenal sebagai reformis moral yang menentang filsafat moralnya kaum sofi. Menurutnya secara hakiki, manusia memiliki nilai-nilai etika dan cenderung berkelakuan serta berbudi pekerti yag baik, sedangkan menurut kaum sofi, nilai kebaikan berbudi manusia itu relatif, semu belaka.
Plato adalah murid Socrates yang cemerlang, yang melestarikan budaya dialog, bahkan tulisan-tulisannya juga bersifat dialog. Ia juga dikenal sebagai pendiri intuisi pendidikan filsafat yang dinamakan Akademia. Sejalan dengan pandangan dualistik Socrates tentang hakekat manusia yang terdiri atas roh dan tubuh, dimana roh adalah kekal sedangkan tubuh adalah sementara, Plato berpandangan adanya dualisme juga pada realita yakni ide yang bersifat kekal atau tetap, dan fakta empiri yang teramati yang bersifat berubah-ubah. Dualisme realita demikian sejalan dengan sifat antagonisme antara pandangan Parmenides dengan pandangan Heraclitus tentnag realita alam. Pandangan Plato tentang keberadaan ide itu menjadi benih aliran apa yang disebut dengan idealisme.
Aristoteles adalah murid Plato di Akademia yang kemudian menggantikan Plato memimpin Akademia sebelum kemudian mendirikan sekolahnya sendiri yang dinamakan Liceum sepeninggal Plato. Seperti halnya Plato, ia juga banyak menulis dialog. Di samping itu, kefilsafatannya mulai merambah bidang pengetauan alam dan ia membicarakan hal obat-obatan, serta identifikasi dan klasifikasi hewan dan tumbuhan. Dalam bidang logika, Aristoteles adalah orang pertama yang memperkenalkan simbol-simbol dalam argumentasi. Ia adalah pencetus apa yang disebut dengan metafisika yaitu pembahasan tentang hakekat alam kebendaan, yang dapat dibagi menjadi ontologi yakni yang bersangkutan dengan alam kebendaan di bumi dan kosmologi yakni yangbersangkutan alam semesta.
Sejalan dengan dualisme antara ide dan fakta empiri seperti yang dikemukakan Plato, Aristoteles mengemukakan gagasan dualisme antara bentuk dan materi yang tak terpisahkan satu sama lain sebagaimana setiap benda itu tentu memiliki bentuk tertentu dan tersusun atas materi tertentu. Di lain pihak, dualisme yang dikemukakan Plato itu seperti halnya antara ide dan fakta empirik, tidak harus tidak terpisahkan satu sama lain.

3.      Jaman Keemasan Romaqi (100-400)
Keadidayaan bangsa Yunani kemudian digeser oleh keadidayaan bangsa Romawi sekitar 150 tahun SM, namun peradaban Yunani yang dikenal sebagai peradaban helenistik itu tetap berkembang merambah daerah kekaisaran Romawi dan kota Athena tetap menjadi pusat budaya dan peradaban manusia di benua Eropa dan kawasan Timur Tengah.
Dalam era Romawi inilah diletakkan landasan ilmu hukum dan ketatanegaraan yang sampai sekarang dianut bangsa-bangsa seluruh dunia, tetapi di jaman itu ilmu pengetahuan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Jaman itu sering disebut jaman Yunani-Romawi (Greeco-Roman) karena masih dominannya kultur Yunani. Peradaban Yunani di era Romawi itu boleh dikatakan berakhir pada sekitar abad ke 5 bersamaan dengan runtuhnya keadidayaan Romawi  dengan ditutupnya sekolah-sekolah filsafat di Athena serta merebaknya ajaran Khatolik  di Eropa serta munculnya agama Islam di negara-negara Arab.
4.      Masa Gelap (Abad 4-11)
Dari abad ke 4 sampai ke 11 Eropa dilanda kericuhan dan kekacauan oleh merajalelanya bangsa Barbar yang ganas itu yang antara lain bangsa Hun dari Asia Tengah dan pada tahun 410 kota Roma jatuh ke tangan bangsa Barbar. Dalam masa gelap ini sudah tentu filsafat beserta kesusasteraan, kesenian, dan kebudayaan Yunani-Romawi mengalami stagnasi bahkan nyaris punah.
Pada waktu yang bersamaan, bangsa Arab yang memang tidak terjamah oleh bangsa Barbar mengalami kejayaan dengan ajaran islamnya Dalam kejayaan itu bangsa Arab tidak hanya menyimpan dan memelihara filsafat dan ilmu pengetahuan warisan menemukan ilmu kimia dan aljabar.

5.      Jaman Kebangkitan (Abad 13-18)
Kalau menjelang abad pertengahan pengembangan ilmu filsafat lebih didominasi oleh bangsa Arab dan bangsa Yunani, maka di era abad pertengahan dengan filsafat kontemporer dan filsafat modernya bangsa Eropa sangat mewarnai dunia ilmu filsafat. Di awal abad 9 Eropa mulai menikmati ketentraman, kedamaian dan stabilitas sosial politik sehingga kegiatan pendidikan mulai terbangun.
Puncak kejayaan jaman skolastik itu dikenal filsuf Inggris bernama Roger Bacon (1214-1294) yang mengisyaratkan pentingnya metode empiri yaitu mengandalkan pengamatan dan pengukuran dalam mengembangakan ilmu pengetahuan. Dalam filsafatnya Roger Bacon berpendapaqt bahwa hasil kegiatan deduktif rasional hanya bermakna apabila cocok dengan hasil pengamatan. Jadi keberanaran deduktif rasional harus diverifikasi secara induktif empiri. Ia mengkritik kebenaran yang hanya mengandalkan penalaran tanpa pengamatan empirik. Pandangan Roger Bacon ini merupakan embrio lahirnya metode empirik yang selanjutnya metode ilmiah.
Adapun tokoh-tokoh ilmuwan dan pemikir era kebangkitan itu atara lain :
a.      Leonardo Da Vinci (1452-1519)
Seorang filsuf dan ilmuwan ilmu pengetahuan alamjuga seorang pekukis, arsitek, dan ahli teknik sekaligus.
b.      Copernicus (1473-1543)
Seorang ahli matematika dan astronomi.
c.      Tycho Brahe (1546-1601)
Seorang ahli asatronoi dari Denmark.
d.      Francis Bacon (1561-1626)
Pencetus filsafat ilmu pengetahuan.
e.      Galileo Galilei (1564-1642)
Ahli matematika dan ilmuwan Italia.
f.        Johannes Keppler (1571-1630)
Ahli astronomi dari Jerman, hukum Keppler (1,2,3)
g.      Willebrord Snellius (1591-1626)
Ilmuwan dan ahli matematika asal Belanda.
h.      Rene Descrates (1596-1650)
Rene adalah seorang filsuf, ahli matematika, dan ilmuwan bangsa Perancis. Dalam filsafat ia bersama Francis Bacon dikenal sebagai pendiri filsafat modern. Kalau Francis Bacon menuntut kepastian dalam pembenaran melalui pengamatan fakta empiri, maka Descrates menuntut pembenaran melalui analisa matematik, mengingat sifat matematik memilikikepastian yang jelas. Dalam kaitan ini Descrates mengatakan bahwa tujuanpengembangan ilmu pengetahuan alam ialah mereduksi hukum-hukum alam menjadi atau yang dijabarkan dalam rumus-rumus matematik. Demikianlahmaka Descrates dijuluki sebagai pelopor aliran rasionalisme dalam filsafat modern.
i.        Evangelista Torricelli (1608-1647)
j.        Blaise Pascal (1623-1662)
k.      Robert Boyle (1627-1691)
l.        Christian Huygens (1629-1695)
m.   John Locke (1632-1704)
Seorang filsuf Inggris yang mempercayai kemampuan menalar manusia serta menyakini pentingnya pengalaman, pengamatan, dan penginderaan serta menyakini bahwa semua ide di dalam alam pikiranmanusia terbentuk dari hasil pengamatan dan penginderaan yakni dari apa yang dinamakan sensasi dan refleksi.
n.     Baruch Spinoza (1632-1677)
Filsuf Belanda keturunan Yahudi yang menghargai metode deduksi rasional yang dipelopori Rene Descrates dalam pembenaran pengetahuan. Baginya metafisika, epistemologi, dan psikologi adalah landasan penjabaran masalah etika dan agama secara deduktif rasional.
o.      Robert Hooke (1635-1703)
p.      Isac Newton (1542-1727)
q.      Gottfield Wilhelm Leibniz (1646-1716)

Jaman kebangkitan ilmu pengetahuan diwarnai dengan merebaknya metode empiri yang lalu diikuti menggejalanya rasionalisme. John Locke sebagai tokoh penganut paham empiri, mengatakan bahwa semua ide atau gagasan berasal dari kegiatan empiri yakni pengamatan, penginderaan, dan pengalaman. Mengikuti bangkitnya semangat empirisme dengan dipelopori oleh Rene Descrates, bapak filsafat modern, Spinoza, G.W Leibniz, Immanuel Kant, G.W.F. Hegel, dan Auguste Comte, rasionalisme juga tumbuh berkembang dengan pesatnya.

6.      Jaman Pengembangan (Abad 18-19)
7.      Jaman Modern (Akhir Abad 19-sepanjang abad 20)

Aliran-Aliran dalam Filsafat

Menurut Susanto:2010, aliran dan mazhab dalam filsafat dibagi mejadi :
1.      Rasionalisme
2.      Empirisme
3.      Kritisisme
4.      Materialisme
5.      Idealisme
6.      Positivisme
7.      Pragmatisme
8.      Sekulerisme
9.      Filsafat Islam

Menurut Peter Soedojo: 2004, aliran-aliran filsafat dibagi menjadi :
1.      Idealisme
2.      Realisme
3.      Empirisme
4.      Rasionalisme
5.      Positivisme
6.      Materialisme
7.      Naturalisme
8.      Pragmatisme
9.      Falsikasionisme

Endro dan Jati:2010,  menyatakan bahwa aliran filsafat antara lain :
1.     Rasionalisme
Rasionalisme adalah mashab filsafat ilmu yang berpandangan bahwa rasio adalah sumber dari segala  pengetahuan. Dengan demikian, kriteria kebenaran  berbasis pada  intelektualitas. Strategi pengembangan ilmu model rasionalisme, dengan demikian, adalah mengeksplorasi gagasan dengan kemampuan intelektual manusia.
Sejak abad pencerahan, rasionalisme diasosiasikan dengan pengenalan metode matematika (Rasionalisme continental). Tokoh-tokoh rasionalisme diantaranya adalah Descartes, Leibniz dan Spinoza.
Benih rasionalisme sebenarnya sudah ditanam sejak jaman Yunani kuno. Salah satu tokohnya, Socrates, mengajukan sebuah proposisi yang terkenal bahwa sebelum manusia memahami dunia ia harus memahami dirinya sendiri. Kunci untuk memahami dirinya itu adalah kekuatan rasio. Para pemikir rasionalisme berpandangan bahwa tugas dari para filosof diantaranya adalah membuang pikiran irasional dengan rasional. Pandangan ini misalnya disokong oleh Descartes yang menyatakan bahwa pengetahuan sejati hanya didapat dengan menggunakan rasio. Tokoh lain, Baruch Spinoza secara lebih berani bahkan mengatakan : “God exists only philosophically” (Calhoun, 2002).
Sumbangan rasionalisme tampak nyata dalam membangun ilmu pengetahuan modern yang didasarkan pada kekuatan pikiran atau rasio manusia. Hasil-hasil teknologi era industri dan era informasi tidak dapat dilepaskan dari andil rasionalisme untuk mendorong manusia menggunakan akal pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan manusia.
2.     Empirisme
Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan dengan kemunculan ilmu pengetahuan modern dan metode ilmiah. Empirisme menekankan bahwa ilmu pengetahuan manusia bersifat terbatas pada apa yang dapat diamati dan diuji. Oleh karena itu, aliran empirisme memiliki sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan memperoleh ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu, dengan demikian, dilakukan dengan penerapan metode ilmiah. Para ilmuwan berkebangsaan Inggris seperti John Locke, George Berkeley dan David Hume adalah pendiri utama tradisi empirisme (Calhoun, 2002).
Sumbangan utama dari aliran empirisme adalah lahirnya ilmu pengetahuan modern dan penerapan metode ilmiah untuk membangun pengetahuan. Selain itu, tradisi empirisme adalah fundamen yang mengawali mata rantai evolusi ilmu pengetahuan sosial, terutama dalam konteks perdebatan apakah ilmu pengtahuan sosial itu berbeda dengan ilmu alam. Sejak saat itu, empirisme menempati tempat yang terhormat dalam metodologi ilmu pengetahuan sosial. Acapkali empirisme diparalelkan dengan tradisi positivism. Namun demikian keduanya mewakili pemikiran filsafat ilmu yang berbeda.
3.     Realisme
Dalam pemikiran filsafat, realisme berpandangan bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang tebangun dari dalam. Dengan demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris. Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan pemikiran baru dari observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat saja menganalisa kategori fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun tidak dapat diobservasi secara langsung.
Tradisi realisme mengakui bahwa entitas yang bersifat abstrak dapat menjadi nyata (realitas) dengan bantuan symbol-simbol linguistik dan kesadaran manusia. Gagasan ini sejajar dengan filsafat modern dari pendekatan pengetahuan versi Kantianism fenonomologi sampai pendekatan struktural (Ibid, 2002). Mediasi bahasa dan kesadaran manusia yang bersifat nyata inilah yang menjadi ide dasar ‘Emile Durkheim’ dalam pengembangan ilmu pengetahuan sosial. Dalam area linguistik atau ilmu bahasa, de Saussure adalah salah satu tokoh yang terpengaruh mengadopsi pendekatan empirisme Durkheim. Bagi de Saussure, obyek penelitian bahasa yang diteliti diistilahkan sebagai ‘la langue’ yaitu simbol-simbol linguistic yang dapat diobservasi (Francis & Dinnen, 1996)
Ide-ide kaum realis seperti ini sangatlah kontributif pada abad 19 dalam menjembatani antara ilmu alam dan humaniora, terutama dalam konteks perdebatan antara klaim-klaim kebenaran dan metodologi yang disebut sebagai ‘methodenstreit’ (Calhoun, 2002).  Kontribusi lain dari tradisi realisme adalah sumbangannya terhadap filsafat kontemporer ilmu pengetahuan, terutama melalui karya Roy Bashkar, dalam memberikan argument-argument terhadap status ilmu pengetahuan spekulatif yang diklaim oleh tradisi empirisme.
4.     Idealism
Idealisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa doktrin tentang realitas eksternal tidak dapat dipahami secara terpisah dari kesadaran manusia. Dengan kata lain kategori dan gagasan eksis di dalam ruang kesadaran manusia terlebih dahulu sebelum adanya pengalaman-pengalaman inderawi. Pandangan Plato bahwa semua konsep eksis terpisah dari entitas materinya dapat dikatakan sebagai sumber dari pandangan idealism radikal. Karya dan pandangan Plato memberikan garis demarkasi yang jelas antara pikiran-pikiran idealis dengan pandangan materialis. Aritoteles menjadi orang yang memberikan tantangan pemikiran bagi gagasan-gagasan idealis Plato. Aristoteles mendasarkan pemikiran filsafatnya berdasarkan materi dan fisik.
Salah satu sumbangan dari tradisi filsafat idealisme adalah pengaruh idealism platonic dalam agama kristen. Dalam Perjanjian Baru terdapat gagasan yang diagungkan, yakni “Permulaan adalah kata-kata” (Ibid, 2002). Pada gilirannya, dalam sejarah, pemikiran Kristen turut memberikan andil dalam membentuk tradisi idealis terutama gagasan-gagasan dari Sain Augustine dengan pengembangan konsep penyucian jiwa. Selain Kristen, pemikiran yang turut memberikan saham bagi tradisi idealis adalah mistisisme Yahudi, mistisisme Kristen dan pengembangan pemikiran matematika oleh bangsa-bangsa Arab. Gerakan-gerakan pemikiran inilah yang kemudian membentuk dialektika modern antara idealisme dan materialism sejak era renaisans.
Sumbangan idealism terhadap ilmu pengetahuan modern sangatlah jelas. Ilmu pengetahuan modern diniscayakan oleh kohesi antara bukti-bukti empiris dan formasi teori. Kaum materialis mendasarkan pemikirannya pada bukti-bukti empiris sedangkan kaum idealis pada formasi teori. Sebagai sebuah tradisi filosofi, idealisme tak bisa dipisahkan dengan gerakan Pencerahan dan filsafat Pasca Pencerahan Jerman. Salah satu tokoh pemikir idealis yang tersohor adalah Immanuel Kant. Melalui bukunya “Critique of pure reason” yang diterbitakan tahun 1781, Kant menentang pendapat tradisi tokoh empiris seperti David Hume dan lain-lainnya. Kant mengatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman dunia memerlukan kategori dan pandangan yang berada dalam ruang kesadaran manusia (ibid, 2002). Gagasan Kant yang terkenal adalah ‘idealisme transedental’. Dalam konsep ini Kant berargumen bahwa ide-ide rasional dibentuk tidak saja oleh ‘phenomenal’ tapi juga ‘noumenal’, yakni kesadaran transedental yang berada pada pikiran manusia (ibid, 2002). Generasi idealis berikutnya dipelopori oleh, Georg Hegel. Hegel mengenalkan gagasan pendekatan dialektis yang tidak memihak baik gagasan ‘kesadaran mental’ Kant maupun ‘bukti-bukti material’ dari kaum empiris. Pikiran-pikiran Hegel inilah  yang kemudian melahirkan konsep ‘spirit’-sebuah konsep yang integral dengan kelahiran tradisi ‘idealisme absolut’ (ibid, 2002).
Dengan demikian, pemikiran filsafat idealisme dibangun terutama oleh gagasan-gagasan Hegel dan Kant. Namun demikian, bangunan filsafat politik modern yang berpaham bahwa manusia dapat mengatur dunia melalui ilmu pengetahuan telah membuktikan vitalitas aliran idealisme Kantian. Tokoh-tokoh  yang meletakkan batu pertama bagi fondasi filsafat politik modern antara lain John Rawls yang menulis tentang teori keadilan dan Habermas (1987) yang membuahkan karya ‘Communication action’. Melalui karya ini Habermas menjadi tokoh idealis yang mengoreksi idealisme konvensional. Bagi kaum idealis konvensional, kenyataan sejarah merupakan determinisme sejarah yang statis dan tidak dapat ditolak. Namun bagi Habermas, kenyataan sejarah adalah hasil dari dialektika dan komunikasi antar manusia. Dengan kata lain, Habermas memposisikan manusia menjadi subyek aktif dalam praktek-praktek politik dan dalam membangun institusi-institusi sosial.
5.     Positivisme
Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang menempatkan peran sentral pengalaman dan bukti empiris sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan penelitian. Terminologi positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin nilai subyektif, digantikan oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan metode ini untuk membangun ilmu pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan manusia.
Salah satu bagian dari tradisin positivism adalah sebuah konsep yang disebut dengan positivisme logis. Positivisme ini dikembangkan oleh para filosof yang menamakan dirinya ‘Lingkaran Vienna’ (Calhoun, 2002) pada awal abad ke duapuluh. Sebagai salah satu bagian dari positivisme, positivisme logis ingin membangun kepastian ilmu pengetahuan yang disandarkan lebih pada deduksi logis daripada induksi empiris. Kerangka pengembangan ilmu menurut tradisi positivisme telah memunculkan perdebatan tentang apakah ilmu pengetahuan sosial memang harus “diilmiahkan”. Kritik atas positivism berkaitan dengan penggunaan fakta-fakta yang kaku dalam penelitian sosial. Menurut para oponen positivism, penelitian dan pengembangan ilmu atas realitas sosial dan kebudayaan manusia tidak dapat begitu saja direduksi kedalam kuantifikasi angka yang bisa diverikasi karena realitas sosial sejatinya menyodorkan nilai-nilai yang bersifat kualitatif (Calhoun, 2002). Menjawab kritik ini, kaum positivis mengatakan bahwa metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian sosial tidak menemukan ketepatan karena sulitnya untuk di verifikasi secara empiris.
Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivisme adalah Thomas Kuhn, Paul K. Fyerabend, W.V.O. Quine, and filosof lainnya. Pikiran-pikiran para tokoh ini membuka jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan dari mulai studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik.
6.     Pragmatisme
Pragmatisme adalah mashab pemikiran filsafat ilmu yang dipelopori oleh C.S Peirce, William James, John Dewey, George Herbert Mead, F.C.S Schiller dan Richard Rorty. Tradisi pragmatism muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis yang dominan yang menganggap kebenaran sebagai entitas yang abstrak, sistematis dan refleksi dari realitas. Pragmatisme berargumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah meninggalkan ilmu pengetahuan transendental dan menggantinya dengan aktifitas manusia sebagai sumber pengetahuan. Bagi para penganut mashab pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah sebuah perjalanan dan bukan merupakan tujuan.
Pada awalnya pragmatisme dengan tokoh-tokohnya mengambil jalan berpikir yang berbeda antara satu dengan lainnya. Peirce (dalam Calhoun, 2002), misalnya, lebih tertarik dalam meletakkan praktek dalam bentuk klarifikasi gagasan-gagasan. Peirce adalah tokoh yang menggagas konsep bahasa sebagai media dalam relasi instrumental antara manusia dengan benda. Gagasan ini kemudian disebut sebagai semiotik. James, tokoh yang mempopulerkan pragmatism, lebih tertarik dalam menghubungkan antara konsepsi kebenaran dengan area pengalaman manusia yang lain seperti; kepercayaan dan nilai-nilai kemasyarakatan. Tokoh selanjutnya, Dewey, menjadikan pragmatisme sebagai basis dari praktek-praktek berpikir secara kritis. Pendekatan Dewey (1916) yang pragmatis dalam pendidikan, misalnya, menitikberatkan pada penguasaan proses berpikir kritis daripada metode hafalan materi pelajaran.
Sumbangan dari pragmatisme yang lain adalah dalam praktek demokrasi. Dalam area ini pragmatisme memfokuskan pada kekuatan individu untuk meraih solusi kreatif terhadap masalah yang dihadapi.
Filsafat terus berkembang. Dia mempunya banyak aliran. Mulai dari jaman Yunanai Kuno sampai Imanuel Kant, dan saat ini sampai ke filsafat modern. Filsafat modern saat ini lebih dikenal dengan filsafat bahasa atau analitik. Filsafat ini dipengarui perkembangan teknologi yang sangat pesat. Filsafat era sekarang memunculkan paham-paham seperti : pragmatisme, kapitalisme, hedonisme, humanisme, Soekarnoisme, dll.


Pertanyaan :
1. Apakah 10 tahun ke depan akan ada filsafat baru di dunia ini? Filsafat apakah itu?
2. Dari semua jenis aliran filsafat yang ada, aliran manakah yang paling baik? Apa alasannya?
3.  Mengapa Plato bisa berlainan pendapat dengan Aristoteles?


DAFTAR PUSTAKA
A.Susanto.2010. Filsafat Ilmu. Jakarta : Bumi Aksara.
Ahmad Tafsir.2009. Filsafat Ilmu. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Endro&Jati. 2010. Aliran-Aliran Filsafat dalam situs http://www.umy.ac.id. Diakses pada 30 September 2012 pukul 19.20 WIB.
Marsigit. 2011. Elegi Pengembaraan Orangtua Berambut Putih dalam situs  http://powermathematics.blogspot.com/2009/02/elegi-pengakuan-orang-tua-berambut.html. Diakses pada 30 September 2012 pukul 19.17 WIB.
Peter Soedojo. 2004. Pengantar Sejarah dan Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam. Yogyakarta : UGM Press.
Praja, Juhaya S. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta :Prenada Media.
Artikel Terkait

0 komentar :

Posting Komentar

 

Catatannya Didit Copyright © 2011-2015 | Powered by Blogger