Pengembangan Sumber Daya Manusia adalah suatu proses peningkatan pengetahuan,
keterampilan, dan kapasitas dari semua penduduk suatu masyarakat (M.M.
Papayungan, 1995: 109). Sementara itu Payaman J. Simanjuntak berpendapat bahwa:
“Sumber Daya Manusia mengandung dua pengertian: Pertama, Sumber Daya Manusia
mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan oleh seseorang
dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Sedangkan pengertian
kedua dari Sumber Daya Manusia adalah menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk
memberikan jasa atau usaha kerja tersebut (Payaman J. Simanjuntak,1985:1).
Selanjutnya Efendi berpendapat bahwa: “Pengembangan sumber
daya manusia sebagai upaya untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya pada
penduduk untuk terlibat secara aktif dalam proses pembangunan (Efendi, 1994:
12).”
Dari beberapa pengertian Pengembangan Sumber Daya Manusia di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan sumber daya manusia di Indonesia khususnya, sangat terkait erat dengan kualitas manusia atau masyarakat sebagaimana sasaran utama Pembangunan Nasional yaitu menciptakan manusia dan masyarakat yang berkualitas.
Dari beberapa pengertian Pengembangan Sumber Daya Manusia di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan sumber daya manusia di Indonesia khususnya, sangat terkait erat dengan kualitas manusia atau masyarakat sebagaimana sasaran utama Pembangunan Nasional yaitu menciptakan manusia dan masyarakat yang berkualitas.
Di sisi lain pembangunan juga akan membawa dampak negatif
terhadap kualitas masyarakat apabila tidak memperhatikan atau mempertimbangkan
manusia dalam proses pembangunan, yaitu dapat menurunkan kualitas masyarakat.
Karenanya perlu ada pertimbangan dari berbagai sisi dalam pembangunan yang akan
dilaksanakan terutama sisi sosial, spiritual terhadap kesiapan dan daya tanggap
sumber daya manusia dengan perubahan yang terjadi akibat pembangunan dan
modernisasi.Beberapa dampak negatif dari pembangunan terhadap kualitas manusia
antara lain: Menurut
Karl Marx : Proses industrialisasi akan memakan korban sosial. Oleh karena
kurang memperhatikan manusia dalam proses produksi, industrialisasi telah
mengakibatkan karyawan menjadi alienated dan mengalami self estrangement.
Karyawan merasa asing terhadap karyanya sendiri, asing terhadap kerjanya, dan
asing terhadap aktivitas yang dia lakukan sendiri. Semua ini menimbulkan
perasaan power lessness, manusia menjadi tidak berdaya, tidak memiliki kontrol
pada dirinya maupun kontrol pada sesuatu di luar dirinya (Djamaluddin A., 1990:
2-3). Alfin Toffler mengatakan: “Beberapa perubahan tata
kehidupan akibat kegiatan pembangunan yaitu:
1. Kebiasaan membuang barang yang sebenarnya masih bisa digunakan (throw away society), manusia menjadi boros dan memerlukan banyak uang untuk kehidupan yang demikian ini. Hal itu memacu mereka untuk bekerja lebih keras sehingga kehidupan sosial dan keagamaan semakin berkurang. Orang semakin berkurang terlibat dengan kegiatan bermasyarakat, baik dengan tetangga maupun masyarakat yang lebih luas.
2. Keadaan yang demikian juga dipacu oleh kebiasaan masyarakat untuk sering berpindah tempat kerja dan tempat tinggal (the new nomand). Orang tidak suka membentuk hubungan yang intim dengan tetangga dan masyarakat. Kehidupan sosial berubah bentuk tidak lagi dalam wujud “ikatan fungsional” tetapi lebih bersifat “hubungan fungsional” yang hanya melihat kaitan dirinya dengan orang lain dalam hubungan kerja semata-mata. Sifat manusia menjadi modularman.
3. Akibat dari industrialisasi adalah deversity, kebhinekaan dalam merk dan model suatu jenis produk telah membuat manusia menjadi bingung untuk memilih produk yang telah dibelinya. Semua hal tersebut menimbulkan “stress” di dalam kehidupan manusia yang selanjutnya akan mempengaruhi kualitas manusia dalam kehidupannya
1. Kebiasaan membuang barang yang sebenarnya masih bisa digunakan (throw away society), manusia menjadi boros dan memerlukan banyak uang untuk kehidupan yang demikian ini. Hal itu memacu mereka untuk bekerja lebih keras sehingga kehidupan sosial dan keagamaan semakin berkurang. Orang semakin berkurang terlibat dengan kegiatan bermasyarakat, baik dengan tetangga maupun masyarakat yang lebih luas.
2. Keadaan yang demikian juga dipacu oleh kebiasaan masyarakat untuk sering berpindah tempat kerja dan tempat tinggal (the new nomand). Orang tidak suka membentuk hubungan yang intim dengan tetangga dan masyarakat. Kehidupan sosial berubah bentuk tidak lagi dalam wujud “ikatan fungsional” tetapi lebih bersifat “hubungan fungsional” yang hanya melihat kaitan dirinya dengan orang lain dalam hubungan kerja semata-mata. Sifat manusia menjadi modularman.
3. Akibat dari industrialisasi adalah deversity, kebhinekaan dalam merk dan model suatu jenis produk telah membuat manusia menjadi bingung untuk memilih produk yang telah dibelinya. Semua hal tersebut menimbulkan “stress” di dalam kehidupan manusia yang selanjutnya akan mempengaruhi kualitas manusia dalam kehidupannya
Dalam rangka mengantisipasi dampak tersebut, pemerintah kita
berusaha mengembangkan sumber daya manusia yang bertitik tolak pada kualitas
manusia dan kualitas masyarakat sebagaimana telah dinyatakan oleh Menteri
Negara Kependudukan dan lingkungan Hidup (dalam Dahlan Alwi) bahwa: “Kualitas
dibagi dalam KF (Kualitas Fisik) dan KNF (Kualitas Non Fisik). Sedangkan ukuran
KF (Kualitas Fisik) adalah kualitas yang nampak dalam individu seperti: harapan
usia hidup, tinggi badan, angka kesakitan (Dahlan Alwi, 1990: 3).”
Dengan demikian kualitas manusia dan kualitas masyarakat adalah tujuan pembangunan, maka upaya untuk mengukur kadar kualitas harus dikembangkan untuk mengetahui sejauh mana sumber daya manusia terbentuk.
Sementara itu, Nurcholis Madjid (1995: 90-91) berpendapat bahwa: Pada hakekatnya sumber daya manusia tidak hanya penting diperhatikan masalah keahlian sebagai mana yang telah umum dipahami dan diterima, tetapi juga penting diperhatikan masalah etika atau akhlak dan keimanan-keimanan pribadi-pribadi yang bersangkutan. Jadi, sebagaimana benar bahwa SDM yang bermutu ialah yang mempunyai tingkat keahlian tinggi, juga yang tak kurang benarnya adalah bahwa SDM tidak akan mencapai tingkat yang diharapkan jika tidak memiliki pandangan dan tingkah laku etis dan moral yang tinggi berdasarkan keimanan yang teguh.
Sumber daya manusia banyak, tetapi tanpa kualitas atau dengan kualitas rendah, merupakan beban. Untuk itu perlu diupayakan pengembangan sumber daya manusia yang ada ini. Menurut Muh. Tholchah Hasan (1987: 187-188) bahwa ada 3 (tiga) yang harus diperhatikan dalam usaha memajukan kualitas manusia, yaitu:
1. Dimensi kepribadian sebagai manusia, yaitu kemampuan untuk menjaga integritas, termasuk sikap, tingkah laku, etika dan moralitas yang sesuai dengan pandangan masyarakat(MasyarakatPancasila)
2. Dimensi produktivitas, yang menyangkut apa yang dihasilkan oleh manusia itu tadi, dalam hal jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik.
3. Dimensi kreativitas, yaitu kemampuan sesorang untuk berfikir dan berbuat kreatif, menciptakan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan masyarakat.
Dengan demikian kualitas manusia dan kualitas masyarakat adalah tujuan pembangunan, maka upaya untuk mengukur kadar kualitas harus dikembangkan untuk mengetahui sejauh mana sumber daya manusia terbentuk.
Sementara itu, Nurcholis Madjid (1995: 90-91) berpendapat bahwa: Pada hakekatnya sumber daya manusia tidak hanya penting diperhatikan masalah keahlian sebagai mana yang telah umum dipahami dan diterima, tetapi juga penting diperhatikan masalah etika atau akhlak dan keimanan-keimanan pribadi-pribadi yang bersangkutan. Jadi, sebagaimana benar bahwa SDM yang bermutu ialah yang mempunyai tingkat keahlian tinggi, juga yang tak kurang benarnya adalah bahwa SDM tidak akan mencapai tingkat yang diharapkan jika tidak memiliki pandangan dan tingkah laku etis dan moral yang tinggi berdasarkan keimanan yang teguh.
Sumber daya manusia banyak, tetapi tanpa kualitas atau dengan kualitas rendah, merupakan beban. Untuk itu perlu diupayakan pengembangan sumber daya manusia yang ada ini. Menurut Muh. Tholchah Hasan (1987: 187-188) bahwa ada 3 (tiga) yang harus diperhatikan dalam usaha memajukan kualitas manusia, yaitu:
1. Dimensi kepribadian sebagai manusia, yaitu kemampuan untuk menjaga integritas, termasuk sikap, tingkah laku, etika dan moralitas yang sesuai dengan pandangan masyarakat(MasyarakatPancasila)
2. Dimensi produktivitas, yang menyangkut apa yang dihasilkan oleh manusia itu tadi, dalam hal jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik.
3. Dimensi kreativitas, yaitu kemampuan sesorang untuk berfikir dan berbuat kreatif, menciptakan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan masyarakat.
Pengembangan SDM yang membawa misi sebagaimana
disebutkan di atas difokuskan pada peningkatan ketahanan
dan kompetensi setiap individu yang terlibat atau akan terlibat dalam proses
pembangunan. Peningkatan ketahanan dan kompetensi ini di antaranya dilaksanakan
melalui pendidikan. Bila dikaitkan dengan pengembangan SDM dalam rangka
meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri, pendidikan juga merupakan upaya
meningkatkan derajat kompetensi dengan tujuan agar pesertanya adaptable terhadap berbagai perubahan dan
tantangan yang dihadapi. Selain itu, pendidikan yang diselenggarakan seharusnya
juga memberi bekal-bekal kemampuan dan keterampilan untuk melakukan suatu jenis
pekerjaan tertentu yang dibutuhkan agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan
(Boediono, 1992). Program semacam ini harus dilaksanakan dengan disesuaikan
dengan keperluan dan usaha yang mengarah kepada antisipasi berbagai perubahan
yang terjadi, baik di masa kini maupun yang akan datang (Han, 1994; Dertouzas,
Lester, dan Solow, 1989).
Sebagaimana dijelaskan di atas, pembangunan pada dasarnya merupakan suatu
proses melakukan perubahan, dalam rangka perbaikan, untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kesejahteraan
terkait dengan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup rakyat, baik material maupun
mental dan spiritual. Adapun kualitas SDM terkait dengan derajat kemampuan,
termasuk kreatifitas, dan moralitas pelaku-pelaku pembangunan. Atas dasar ini,
proses perubahan yang diupayakan melalui pembangunan seharusnya menjangkau
perbaikan semua sektor secara menyeluruh dan berimbang, pada satu sisi, dan
pada sisi lain merupakan upaya meningkatkan kualitas SDM.
Perbaikan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat adalah fokus dari pembangunan
sektor ekonomi, dengan tujuan meningkatkan pemenuhan kebutuhan yang bersifat
fisik dan material, baik kebutuhan primer, sekunder, tertier maupun
kuarter. Pemenuhan kebutuhan ini seharusnya seimbang dengan pemenuhan kebutuhan
mental dan spiritual. Bebas dari rasa takut, adanya rasa aman, dihargai harkat
dan martabatnya, dilindungi kebebasan dan hak-haknya, serta tersedianya
kesempatan yang sama untuk mewujudkan cita-cita dan potensi diri adalah
bentuk-bentuk kebutuhan mental yang seharusnya diperbaiki kondisinya melalui
pembangunan. Adapun pemenuhan kebutuhan spiritual terkait dengan kebebasan dan
ketersediaan prasarana, sarana dan kesempatan untuk mempelajari, mendalami dan
menjalankan ajaran agama yang dianut, sehingga komunikasi dengan Sang Pencipta
dapat terpelihara.
Pada sisi peningkatan kualitas SDM, pembangunan diarahkan untuk menjadikan
rakyat negeri ini kreatif, menguasai serta mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS), dan memiliki moralitas. Kreatifitas
diperlukan untuk bisa bertahan hidup dan tidak rentan dalam menghadapi berbagai
kesulitan. Dengan kreatifitas, seseorang menjadi dinamis dan bisa menemukan
jalan keluar yang positif ketika menghadapi kesulitan atau masalah.
Penguasaan dan kemampuan mengembangkan IPTEKS sangat dibutuhkan untuk
peningkatan taraf hidup, dan agar bangsa ini bisa disandingkan dan ditandingkan
dengan bangsa-bangsa lain. Ini mengingat, globalisasi dalam berbagai bidang
kehidupan sudah tidak bisa dihindari dan berdampak pada terjadinya persaingan
yang ketat, baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, maupun politik. Untuk
bisa memasuki pergaulan dalam kehidupan global (persandingan dengan masyarakat
global) maupun untuk meraih keberhasilan dalam berbagai kesempatan yang
tersedia (pertandingan dalam kehidupan global) diperlukan pengusaan dan
kemampuan mengembangkan IPTEKS. Adapun moralitas sangat diperlukan agar dalam
menjalani kehidupannya prilaku bangsa ini dikendalikan oleh nilai-nilai
kebenaran dan keadilan yang bersifat nasional dan universal. Karena nilai-nilai
ini berkait dengan batas-batas antara baik dan tidak baik, benar dan tidak
benar, serta antara yang menjadi haknya dan bukan haknya, maka tingginya
moralitas dapat meningkatkan keterpercayaan dan keandalan individu dan
masyarakat, baik di mata bangsanya sendiri maupun dalam pergaulan global. Jadi,
kualitas SDM bukan hanya ditentukan oleh kemampuan dan kreativitasnya saja
tetapi juga oleh derajat moralitasnya. Selain berkaitan dengan sistem
masyarakat secara umum, kualitas SDM mempunyai keterkaitan erat dengan kualitas
pendidikan sekolah. Karena SDM berkualitas adalah keluaran sistem pendidikan,
proses pendidikan harusnya menjadikan kreativitas, penguasaan dan kemampuan
mengembangkan IPTEKS, serta moralitas sebagai acuan dasar. Unsur penguasaan dan
kemampuan mengembangkan IPTEKS bisa dicapai melalui proses pembelajaran
sejumlah mata ajaran secara berjenjang. Unsur kretivitas bisa dirajut dalam
sebagian dari mata ajaran tertentu, misalnya matematika, IPA dan IPS, namun
dengan penerapan model pembelajaran yang kondusif, seperti keterampilan proses
(melalui penemuan).
Adapun unsur moralitas dibangun melalui proses yang kompleks, yang
mengutamakan pada pembentukan sikap yang berkait dengan norma dan nilai-nilai.
Unsur ini bisa juga dirajut melalui isi berbagai mata ajaran, tidak mesti
menjadi suatu mata ajaran tersendiri dalam kurikulum. (Fogarty, 1991).
Artikel Terkait
0 komentar :
Posting Komentar