Pengertian SDM ada dua macam, yaitu:
1.
Derajat kualitas usaha yang ditampilkan
seseorang yang terlibat dalam proses produksi untuk menghasilkan barang atau
jasa
2.
Manusia yang memiliki kemampuan kerja untuk
menghasilkan produksi, baik barang atau jasa (Simanjuntak, 1985).
Perbedaan antara kedua
pengertian di atas terletak pada derajat kualitas manusia itu sendiri. Pada
pengertian pertama, manusia dipandang sebagai SDM bila memiliki kualitas yang
sesuai dengan tuntutan atau kebutuhan usaha. Dalam konteks makro, ciri yang
menandainya adalah kualitas untuk melaksanakan perubahan dalam rangka
meningkatkan taraf hidup masyarakat, sedangkan dalam konteks mikro adalah
kualitas untuk melakukan proses produksi, misalnya dalam suatu organisasi
bisnis atau industri. Jadi, manusia menjadi SDM apabila dia terlibat
dalam proses produksi dan kualitas kemampuan yang dimilikinya sesuai untuk
menghasilkan produksi itu. Pada pengertian kedua, aspek kualitas tidak
ditonjolkan. Karena pada dasarnya setiap individu manusia yang termasuk pada
kategori angkatan kerja itu terlibat atau dapat dilibatkan dalam proses
pembangunan atau proses produksi, maka dalam kondisi memiliki kemampuan apapun
dia termasuk kategori SDM, apabila dia terlibat dalam proses itu. Bila belum
terlibat, dia masih dikategorikan sebagai potensi. Oleh sebab ada persyaratan
keterlibatan, baik pada pengertian pertama maupun pada pengertian kedua, maka pemanfaatan
kemampuan dalam proses pembangunan nasional maupun dalam proses produksi
merupakan indikator utama proses pengembangan SDM. Artinya, upaya apapun yang
diarahkan untuk meningkatkan kompetensi, akan termasuk pada upaya pengembangan
SDM apabila dikaitkan dengan pemanfaatannya dalam pembangunan atau dalam proses
produksi.
Pengembangan SDM
merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu pendekatan
bersifat terintegrasi dan holistik dalam mengubah prilaku orang-orang yang
terlibat dalam suatu proses pekerjaan, dengan menggunakan serangkaian teknik
dan strategi belajar yang relevan (Megginson, Joy-Mattews, dan Banfield, 1993).
Konsep ini mengandung makna adanya berbagai unsur kegiatan selama terjadinya
proses mengubah prilaku, yaitu adanya unsur pendidikan, adanya unsur belajar,
dan perkembangan. Unsur pendidikan dimaksudkan untuk menentukan teknik dan
strategi yang relevan untuk mengubah prilaku. Unsur belajar dimaksudkan untuk
menggambarkan proses terjadinya interaksi antara individu dengan lingkungan,
termasuk dengan pendidik. Adapun unsur perkembangan dimaksudkan sebagai proses
gradual dalam perubahan dari suatu keadaan, misalnya dari keadaan tidak
dimilikinya kompetensi menjadi keadaan memiliki kompetensi, yang terjadi dalam
jangka waktu tertentu.
Artikel Terkait
0 komentar :
Posting Komentar